Jakarta, FORTUNE - Menyusul krisis listrik yang dihadapi Tiongkok, Inggris kini tengah berjuang menghadapi krisis energi sembari menyambut musim dingin yang segera tiba. Harga gas bumi yang menjadi sumber energi melambung tinggi dan beberapa pemberitaan menyebut Inggris terpaksa kembali pada pilihan pembangkit listrik tenaga uap.
Padahal, Fortune.com mencatat, Inggris baru saja membuat kemajuan pesat dalam memangkas pembakaran batu bara dalam rangka meningkatkan penggunaan energi terbarukan. Bahkan, pada musim panas 2021, Inggris memecahkan rekor dua bulan bebas penggunaan batu bara sebagai sumber energi. Angin lepas pantai utara Inggris menghasilkan 25 persen energi yang solid, dan semua baik-baik saja ketika harga gas bumi masih rendah.
Pengamat energi sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, mengatakan bahwa krisis yang terjadi di Inggris disebabkan oleh permintaan gas yang tinggi di saat produksi tidak mencukupi dan cadangan pun tidak sanggup memenuhi permintaan. “Pengalaman dari Inggris menunjukkan, proses transisi pada penggunaan energi non-fosil masih terlalu lambat,” katanya.
Menurutnya, kelambatan ini membuat sistem energi di Inggris masih didominasi oleh energi gas bersamaan dengan energi fosil, seperti minyak dan batu bara. Sistem ini dinilai sangat volatile dan jadi komoditas yang banyak diperdagangkan. “Ketiganya saling terkait harganya, kalau harga batu bara naik, maka harga minyak dan gas pun ikut naik, karena bisa saling menggantikan,” ujar Fabby.
Hal ini berkenaan dengan harga batu bara dunia yang terus menanjak, bahkan mencapai lebih dari US$200 per tonnya. Menurut Fabby, kenaikan ini disebabkan oleh produksi batu bara dunia yang terbatas, sedangkan permintaannya cukup besar.