Jakarta, FORTUNE – Bank Indonesia (BI) mewanti-wanti bahwa kenaikan inflasi flasi bahan pangan bergejolak atau volatile food bakal menggerus daya beli masyarakat.
Kepala Departemen Regional BI, Arief Hartawan, mengatakan penting bagi pemerintah dan tim pengendali inflasi pusat (TPIP) serta tim pengendali inflasi daerah (TPID) untuk menjaga harga pangan tidak mengalami lonjakan.
“Jangan sampai kenaikan harga pangan menggerogoti penghasilan mereka. Bagian volatile food ini bahan kebutuhan pokok yang dikonsumsi hampir setiap hari,” kata dia dalam Rapat Koordinasi Pengamanan Pasokan dan Harga Pangan Jelang Puasa dan Idulfitri 2024, Senin (4/3).
Arief menjelaskan saat ini inflasi volatile food telah melebihi kenaikan upah pegawai.
Secara historis sejak 2020-2023, rata-rata inflasi bahan pangan mencapai 5,2 persen. Dia membandingkannya dengan gaji ASN yang naik rata-rata 6,5 persen sepanjang 2019-2024, dan UMR buruh yang bahkan kurang dari 5 persen.
Dalam tiga bulan terakhir, inflasi pangan mengalami lonjakan.
Pada Januari 2024, persentasenya mencapai 7,22 persen secara tahunan, tapi kemudian naik menjadi 8,47 persen pada Februari 2024.
BI menilai inflasi pangan harus dikembalikan pada kisaran 5 persen. Pasalnya kelompok ini memiliki bobot relatif besar pada komposisi pengeluaran masyarakat, yaitu mencapai 33,7 persen.
Bank Indonesia juga menganggap kestabilan harga pangan sebagai kunci stabilitas sosial dan keamanan nasional.
"Inflasi volatile food masih cenderung meningkat, terutama disumbang oleh kenaikan harga beras, aneka cabai, telur ayam, dan daging ayam ras. Hal-hal ini perlu kita jaga dari waktu ke waktu," ujar Arief.