Jakarta, FORTUNE - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali mengingatkan pemerintah terkait peningkatan beban utang negara yang dapat mengganggu kesinambungan fiskal dalam jangka panjang. Hal tersebut tertuang dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2021 atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHPP) 2020.
Berdasarkan hasil reviu atas kesinambungan fiskal tahun 2020, BPK mengungkapkan adanya tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunganya yang melampaui pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) dan penerimaan negara.
“Indikator kerentanan utang tahun 2020 telah melampaui batas yang direkomendasikan IMF dan/atau International Debt Relief (IDR),” tulis BPK dalam IHPS I 2021, dikutip Fortune Indonesia, Kamis (9/12.
Selain itu, indikator kesinambungan fiskal (IKF) 2020 yang mencapai 4,27 persen juga telah melampaui batas yang direkomendasikan The International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 5411–Debt Indicators yaitu di bawah 0 persen.
Pandemi Covid-19, menurut BPK, telah meningkatkan defisit, utang, dan Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (SiLPA) yang berdampak pada peningkatan risiko pengelolaan fiskal tersebut.
Selain kesinambungan fiskal, hasil reviu atas kemandirian fiskal pemerintah daerah (pemda) di tahun lalu melalui pendekatan kuantitatif pun menunjukkan kesenjangan yang tinggi. “Dari total 503 pemda yang dievaluasi, 10 pemda masuk kategori mandiri, 50 pemda dalam kategori menuju kemandirian dan 443 masuk dalam kategori belum mandiri,” tulis BPK..
Meski demikian, reviu kemandirian fiskal yang dilakukan dengan pendekatan kualitatif menunjukkan bahwa kualitas desentralisasi fiskal pada 4 pemda yang diuji petik masuk ke dalam kategori sangat baik.
