Jakarta, FORTUNE – Perum Bulog mengungkapkan sejumlah alasan yang menyebabkan harga beras masih tinggi, meski pemerintah sudah melakukan impor untuk meredam lonjakan harga.
Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi, mengatakan bahwa impor beras sebanyak 3,5 juta ton, yang sudah dimulai dari tahun lalu, memang bukan ditujukan untuk menurunkan harga beras.
“Harus diakui bahwa bantuan pangan dan beras SPHP (Stabilisasi Pasokan Harga Pasar) belum berhasil menurunkan harga, tapi berhasil menurunkan inflasi,” ujarnya dalam konferensi pers, Kamis (11/1). “Artinya harga beras itu stabil tapi relatif tinggi.”
Menurutnya, ada tiga faktor penyebab harga beras masih tetap tinggi sampai saat ini. Pertama, karena produksi gabah dalam negeri masih belum pulih. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2022 terdapat surplus sekitar 1 juta ton beras. Sedangkan pada 2023 hanya surplus sekitar 300 ribu ton.
Faktor kedua adalah biaya input produksi yang masih mahal, seperti biaya pupuk. Faktor berikutnya adalah karena negara-negara penghasil beras terbesar juga menerapkan berbagai kebijakan untuk melindungi persediaan berasnya, yang membuat pasar global ikut terimbas untuk menaikkan harga.
“Kuncinya masih tetap harus diproduksi. Kuncinya itu. Tambahan dari impor yang 2 juta ton atau mungkin bisa lebih dari itu, itu hanya bisa menjaga saja,” kata Bayu dalam keterangannya.