Jakarta, FORTUNE - Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) adalah perusahaan pelat merah yang keberadaannya diatur melalui Undang-Undang (UU). Namun, keberadaanya kerap kali kurang dikenal karena pangsa pasar dan operasionalnnya terbatas pada daerah tertentu. Berebda dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang punya jangkauan bisnis secara nasional--meski banyak yang berkantor pusat di daerah.
Dasar hukum pembentukan BUMD sendiri sudah ada sejak era Orde Lama atau masa pemerintahan Presiden Soekarno. Saat itu, UU nomor 5 tahun 1962 tentang perusahaan daerah disahkan dan memuat pengertian tentang perusahaan daerah.
Dalam beleid tersebut, pemerintah menitikberatkan pembangunan BUMD pada faktor permodalan di mana seluruhnya atu sebagiannya merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan. Dalam Pasal 2 UU tersebut, disebutkan bahwa “perusahaan daerah ialah semuan perusahaan yang didirikan berdasarkan undang-undang ini yang modalnya untuk seluruhnya atau sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan, kecuali jika ditentukan lain dengan atau berdasarkan undang-undang”.
Namun, di era Orde Baru, administrasi pemerintahaan yang sentralistik membuat BUMD tak banyak berkembang. Ketika rezim Soeharto berganti, dorongan untuk desentralisasi akhirnya menghasilkan nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Namun, UU ini dinilai tak bisa menanggung beban perubahan dan dinilai tak lagi pro kemajuan administrasi pemerintahan dan rakyat pada umumnya sehingga harus diganti. Maka, lahirlah Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 yang merupakan revisi atasnya.
Kemudian, pada 2014, muncul UU baru yang mengatur pemerintahan daerah yakni UU nomor 23 tahun 2014. Lewat berbagai UU ini, pemerintah telah memberikan kesempatan yang luas bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Pemerintah daerah dapat mengatur sendiri beberapa aspek kehidupan di daerahnya baik aspek ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial, maupun budaya.
Dalam aspek ekonomi, pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk membentuk suatu BUMD. Pada hakikatnya BUMD mempunyai peran yang strategis dalam era otonomi daerah saat ini.
Menurut Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Agus Fatoni, ada 937 BUMD dengan aset sebesar Rp854,8 triliun dan ekuitas Rp251,2 triliun hingga September 2022. Seluruh BUMD tersebut mencatat laba sebesar Rp28,5 triliun dan dividen Rp10,9 triliun.