Jakarta, FORTUNE - Kebijakan tarif yang diterapkan Amerika Serikat (AS) membuka peluang emas bagi Indonesia untuk menjadi tujuan utama relokasi investasi global. Namun, momentum ini hanya bisa diraih jika pemerintah serius membenahi kepastian regulasi dan kemudahan perizinan.
Pandangan tersebut disampaikan oleh Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) sekaligus mantan Menteri Keuangan, Chatib Basri, dalam forum Indonesia–Japan Executive Dialogue 2025 di Jakarta, Rabu (6/8).
Menurut Chatib, keunggulan kompetitif Indonesia terletak pada tarif impor ke AS yang relatif rendah, yakni hanya sekitar 19 persen. Angka ini jauh di bawah negara pesaing di sektor tertentu seperti Bangladesh (37 persen untuk garmen) atau Cina (30 persen untuk alas kaki).
“Implikasi dari tarif ini adalah investor akan mulai berpikir untuk memindahkan basis produksinya ke negara dengan tarif lebih rendah. Karena itu, saya melihat bahwa ada kesempatan bagi Indonesia untuk menjadi tujuan relokasi investasi,” kata Chatib.
Peluang ini semakin besar karena ketegangan dagang AS-Cina mendorong perusahaan multinasional melakukan diversifikasi untuk mengurangi risiko.
“Untuk diversifikasi risiko, perusahaan-perusahaan mulai mencari alternatif lokasi produksi di kawasan ASEAN. Ini momentum bagi Indonesia,” kata Chatib.
Selain itu, fundamental ekonomi Indonesia dinilai lebih tangguh dalam menghadapi gejolak dagang global. Rasio ekspor terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia hanya sekitar 25 persen, jauh lebih rendah dibandingkan Vietnam (80 persen) atau Singapura (180 persen) yang sangat bergantung pada pasar ekspor.
“Ekspor kita ke AS hanya 10 persen dari total ekspor. Jadi dampaknya (dari tarif AS) hanya sekitar 2,5 persen terhadap PDB. Ini yang membuat kita dalam posisi relatif aman dan bahkan diuntungkan,” ujarnya.
Meski demikian, Chatib mengingatkan bahwa peluang tersebut tidak datang secara otomatis. Investor asing menyoroti dua faktor krusial sebelum memutuskan berinvestasi: kepastian hukum dan efisiensi birokrasi.
“Peluang relokasi investasi ini tak akan otomatis menjadi kenyataan jika Indonesia tidak memperbaiki aspek mendasar. Aspek kepastian ini harus terus dijaga. Pengurusan perizinan yang cepat dan efisien akan semakin memperkuat daya tarik Indonesia di mata investor,” ujarnya.