Jakarta, FORTUNE - Matcha tengah menikmati masa kejayaannya di panggung global. Popularitasnya melesat berkat citranya sebagai superfood yang kaya antioksidan, mengandung kafein alami, dan dianggap sebagai pilihan sehat dibandingkan kopi atau minuman manis lainnya. Tak hanya diseduh sebagai teh, matcha kini menjelma jadi bintang dalam ragam sajian modern—dari latte, es krim, kue, hingga produk kecantikan. Tren gaya hidup sehat, didorong oleh generasi muda dan konsumen sadar lingkungan, semakin mengerek permintaan matcha di pasar internasional.
Namun, perubahan iklim kini menjadi tantangan baru bagi para petani teh di Jepang. Matcha yang dulu hanya dikonsumsi terbatas, kini menjadi bagian dari gaya hidup global dan hadir dalam beragam produk kuliner. Popularitas yang melonjak ini berbarengan dengan kenaikan suhu yang menyebabkan penurunan hasil panen.
Melansir Sustainability Magazine (24/7), tingginya permintaan telah menyebabkan pasokan matcha terganggu dan harga pun naik drastis. Harga lelang tencha—bahan dasar matcha—di Kyoto misalnya, melonjak 170 persen dibandingkan tahun lalu hingga menyentuh 8.235 yen per kg. Angka ini bahkan melampaui rekor tertinggi yang pernah tercatat pada 2016.
Data dari Asosiasi Produksi Teh Jepang mencatat produksi tencha mencapai 5.336 ton pada 2024, meningkat signifikan dibandingkan satu dekade sebelumnya. Sementara itu, Kementerian Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Jepang melaporkan ekspor teh hijau Jepang, termasuk matcha, juga melonjak tajam dengan peningkatan volume 16 persen dan nilai ekspor sebesar 25 persen menjadi 36,4 miliar yen.
Pemerintah Prefektur Kyoto—yang menyuplai sekitar seperempat produksi tencha nasional—mengaku kewalahan memenuhi permintaan dari negara-negara seperti AS, Jerman, dan Dubai. "Untuk pertama kalinya dalam sejarah, kita mengalami kelangkaan matcha, sejak musim gugur tahun lalu," kata Anna Poian, salah satu pendiri Asosiasi Teh Jepang Global. Ia menyebut tingginya aktivitas wisatawan asing pasca-pandemi ikut memperburuk kelangkaan.
"Banyak orang asing membeli banyak matcha untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh, bahkan terkadang dalam jumlah besar atau untuk dijual kembali," katanya, menambahkan.