Jakarta, FORTUNE - Pemerintah memperluas pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ke sejumlah barang dan jasa. Perluasan itu dilakukan dengan menghapus sejumlah barang dan jasa yang dikecualikan dari PPN dalam Undang-Undang No. 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Dalam Bab IV Pasal 4A rancangan Undang-Undang (RUU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), barang yang dihapuskan dari pengecualian PPN antara lain hasil pertambangan atau pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, dan barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan rakyat banyak (sembako).
Ada pula penghapusan barang makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; serta uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga yang sebelumnya dikecualikan dari pengenaan PPN.
Daftar jasa yang dihapus dari pengecualian PPN meliputi pelayanan kesehatan medis, pelayanan sosial, pengiriman surat dengan perangko, keuangan, asuransi, pendidikan, penyiaran yang tidak bersifat iklan, jasa angkutan umum di darat dan di air, serta jasa angkutan udara, tenaga kerja, jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, serta jasa pengiriman uang dengan wesel pos.
Kendati demikian, pemerintah juga memberlakukan skema multitarif yang besaran PPN-nya bisa diubah paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen. Nantinya, skema multitarif ini akan diatur dalam Peraturan Pemerintah setelah mendapat persetujuan dari DPR.
Selanjutnya, dalam pasal sama, tarif PPN dinaikkan dari 10 persen menjadi 11 persen dan penerapannya dimulai pada April 2022. Selanjutnya mulai 1 Januari 2025, tarif akan dinaikkan menjadi 12 persen.
Di luar itu, pemerintah juga akan memberlakukan pembebasan PPN atau tarif sebesar nol persen atas ekspor barang kena pajak berwujud, ekspor barang kena pajak tidak berwujud, dan ekspor jasa kena pajak.