Pertaruhan Kedibilitas Pemerintah untuk Turunkan Defisit APBN

Jakarta, FORTUNE - Beban pemerintah dalam melakukan konsolidasi fiskal tahun depan diprediksi akan semakin berat. Terlebih sejumlah indikator perekonomian masih belum menunjukkan pemulihan. Sementara, periode pelonggaran defisit APBN di atas tiga persen PDB bakal berakhir pada penghujung 2022.
Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan mengatakan konsolidasi fiskal merupakan satu kesatuan yang utuh dalam serangkaian kebijakan penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi.
Karena itu, keberhasilannya merupakan pertaruhan untuk menjaga kredibilitas pemerintah. "Undang-Undang nomor 2 tahun 2020 mengamanatkan agar defisit kembali maksimal 3 persen di tahun 2023. Sehingga langkah konsolidasi merupakan komitmen untuk menjaga kredibilitas pemerintah," tulis BKF dalam Tinjauan Ekonomi, Keuangan dan Fiskal Edisi II, dikutip Fortune Indonesia, Kamis (30/9).
Di sisi lain, defisit yang terus dipertahankan di atas tiga persen ketika pendapatan negara belum optimal dapat menimbulkan crowding out effect pada pasar keuangan yang dapat menghambat investasi sektor swasta.
Dalam perspektif makro fiskal, pelebaran defisit yang tinggi berdampak pada rasio utang yang terus meningkat. Kondisi tersebut berpotensi mengganggu kesinambungan dan kredibilitas fiskal yang merupakan jangkar perekonomian. "Peningkatan stok utang akan meningkatkan beban biaya utang sehingga mempersempit ruang fiskal ke depan," jelas BKF.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Rendy Yusuf Manilet, menilai naik-turunnya kasus Covid-19 masih akan membayangi pemulihan ekonomi tahun depan. Sebab, jangkauan populasi yang telah mendapatkan vaksinasi di Indonesia terbilang rendah.
Indonesia masih menempati posisi 118 dengan jangkauan vaksinasi 7,6 persen berbanding total penduduk, jauh di bawah perkiraan batas minimal vaksinasi agar wabah bisa terkendali, yakni 39 persen.
Dibandingkan negara-negara yang mulai menyelenggarakan aktivitas publik dengan normal—misalnya pertandingan olahraga atau konser berpenonton massal—Indonesia sangat jauh tertinggal. Inggris dan Amerika Serikat, misalnya, telah mencapai jangkauan vaksinasi masing-masing 50,5 persen dan 57,5 persen.
Jika gelombang baru Covid-19 gagal dicegah pemerintah seperti tahun ini, maka pemerintah bisa kembali memperpanjang pelonggaran batas defisit dalam beberapa tahun mendatang.
"Ini akan dipengaruhi transisi pemulihan tahun depan. Apakah berjalan mulus atau terjadi seperti di tahun ini. Artinya naik turun. Ketika di kuartal kedua cukup tinggi tapi di kuartal ketiga kasusnya cukup tinggi," ujarnya kepada Fortune Indonesia.
Pilihan sulit juga harus diambil pemerintah jika pelonggaran defisit diputuskan untuk tidak diperpanjang, yakni mengorbankan pertumbuhan ekonomi menjadi lebih rendah dari target. Pasalnya, kemampuan pemerintah untuk melakukan countercyclical makin terbatas mengingat rasio pendapatan terhadap PDB 3 tahun terakhir terus merosot, sementara belanjanya kian meningkat.
"Jangan sampai mengejar target konsolidasi fiskal sampai mendorong perekonomian tidak ekspansif. Jangan sampai stimulus sudah ditarik, tapi masyarakat belum pulih seutuhnya. Saya kira pos belanja esensial supaya belanja terekspansi seperti bansos subsidi dan PEN kesehatan harus dijaga sehingga nantinya di 2023 kelas menengah bawah sudah lebih siap dalam proses transisi," ujarnya.