NEWS

Ambisi Jepang Kuasai 20% Pangsa Pasar Baterai Isi Ulang pada 2030

Kapasitas produksi ditargetkan mencapai 600 GWh pada 2030.

Ambisi Jepang Kuasai 20% Pangsa Pasar Baterai Isi Ulang pada 2030Proses charging mobil listrik. (ShutterStock/buffaloboy)
26 April 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Tokyo, FORTUNE - Jepang menargetkan pangsa pasar baterai isi ulang secara global menjadi 20 persen pada 2030. Salah satu langkahnya adalah dengan meningkatkan kapasitas produksi global di perusahaan Jepang hampir 10 kali lipat menjadi 600 GWh.

"Kami akan meningkatkan dukungan kami untuk membantu industri baterai Jepang memulihkan pangsa pasar global, yang telah hilang selama beberapa tahun terakhir dalam pertempuran dengan saingan Cina dan Korea Selatan," ujar Nobutaka Takeo, direktur di kementerian industri, dikutip dari Reuters, Selasa (26/4).

Sementara, pangsa pasar Jepang untuk baterai lithium-ion global yang digunakan dalam kendaraan listrik (EV) turun menjadi 21 persen pada 2020 dari 40 persen pada 2015, dan pangsa pasarnya dalam baterai yang digunakan untuk sistem penyimpanan energi turun menjadi 5 persen pada 2020 dari 27 persen pada 2016.

“Itu tidak memberikan angka untuk keseluruhan pangsa pasar Jepang saat ini dalam baterai isi ulang,” katanya.

Meningkatkan kapasitas domestik

Charging Station.
Charging Station (Pixabay/geralt)

Pada 2030 ditargetkan Negeri Matahari Terbit itu akan meningkatkan kapasitas produksi domestik baterai yang digunakan dalam EV dan sistem penyimpanan energi menjadi 150 GWh dari sekitar 20 GWh saat ini.

Tujuannya untuk memperluas kapasitas produksi global oleh pembuat baterai Jepang menjadi 600 GWh pada 2030 dari 60 hingga 70 GWh saat ini, dan akan menargetkan komersialisasi skala penuh dari baterai solid-state pada 2030.

Baterai adalah kunci bagi Jepang untuk mencapai netralitas karbon pada 2050, sebab baterai merupakan teknologi terpenting dalam elektrifikasi mobil dan perangkat mobilitas lainnya.

“Penting untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan listrik guna membantu meningkatkan penggunaan energi terbarukan,” ujar Nobutaka Takeo.

Sebelumnya, diberitakan Reuters, Jepang kemungkinan akan melarang penjualan mobil baru bermesin bensin pada pertengahan 2030. Larangan tersebut ditujukam untuk mendukung kendaraan hybrid atau mobil listrik.

Tindakan ini membuat produsen mobil Jepang seperti Toyota, Nissan dan lain-lain untuk melakukan penelitian dan pengembangan yang lebih besar, dapat menggunakan teknologi kendaraan listrik yang telah mereka kembangkan di Jepang.

Boston Consulting Group (BCG) dalam sebuah laporan prospek mobil listrik berbasis baterai menyebut, di Jepang pangsa pasar kendaraan listrik diperkirakan akan meningkat menjadi 55 persen pada 2030.

"Kecepatan perluasan pangsa kendaraan listrik akan meningkat karena fakta bahwa harga baterai turun lebih cepat dari perkiraan sebelumnya," kata BCG dalam laporannya.

Pelarangan tersebut mengikuti beberapa negara di Eropa. Sebelumnya, Inggris mengumumkan larangan penjualan mobil bensin dan diesel baru pada 2030. Prancis berencana melakukannya pada 2040.

Tak hanya itu, Jerman, Irlandia, dan Belanda akan melarang penjualan mobil bensin dan diesel pada 2030. Sementara, Norwegia akan menjadi negara tercepat dan pertama yang berencana melakukannya pada 2025.

Related Topics