NEWS

Krakatau Steel Libatkan Kejagung Atasi Dugaan Korupsi Blast Furnace

Pabrik tersebut tidak mampu berikan harga baja bersaing.

Krakatau Steel Libatkan Kejagung Atasi Dugaan Korupsi Blast FurnaceIlustrasi : pabrik tanur tidup atau blast furnace. Dok. Shutterstock/Norenko Andrey
by
14 February 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – PT Krakatau Steel (Persero), Tbk bakal melibatkan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam dugaan korupsi menyangkut pabrik tanur tiup (blast furnace). Kini, pabrik pengolahan baja tersebut sedang berhenti beroperasi.

"Arahan daripada Menteri BUMN juga untuk melihat apa penyebabnya dari sudut pandang hukum,” kata Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR, Senin (14/2).

Silmy mengatakan Menteri BUMN, Erick Thohir, telah meminta perseroan memberikan informasi atau hal-hal yang dinilai memudahkan penyelidikan Kejagung untuk memproses kasus. Operasional blast furnace sudah dihentikan sejak 5 Desember 2019 akibat ditemukan sejumlah masalah.

Salah satu alasan penghentian, menurut Silmy, adalah pabrik tidak mampu menghasilkan baja dengan harga bersaing di tengah biaya operasional tinggi. Proyek dimaksud juga telah banyak menyedot keuangan KRAS.

Kabar terakhir, pihak penegak hukum telah menghasilkan temuan tertentu, tetapi Silmy belum bisa mengungkapkannya. 

DPR bakal bentuk tim khusus

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Bambang Haryadi mengatakan bakal membentuk tim khusus guna menginvestigasi mangkraknya pabrik tanur tiup tersebut. Dia mempertanyakan mengapa Krakatau Steel menghentikan operasional blast furnace. Padahal, seharusnya bisa berperan menekan impor baja.

Komisi VII akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut kabar mengenai perseroan dimaksud terlibat sebagai trader atau calo baja impor. 

“Ini enggak sesuai dengan semangat Presiden untuk penguatan industri dalam negeri. Bijih besinya banyak di Indonesia, bertebaran dimana-mana, bahkan Indonesia salah satu negara penghasil bijih besi terbesar di dunia. Tapi, lucu. Kita malah impor," ujar Bambang.
 

Tak menguntungkan

Proyek blast furnace KRAS pertama kali digodok 2008 dan mulai dibangun pada 2012. Saat Silmy diangkat sebagai Dirut KRAS pada kuartal IV-2018, progres pembangunan telah mencapai 98 persen.

Operasional fasilitas tersebut akhirnya dihentikan akibat inefisiensi pada tubuh perseroan. Terjadi ketidakcocokan antara produksi slab di pabrik tersebut dengan harga slab di pasar, sehingga KRAS berpotensi rugi. Padahal, nilai investasi yang dikeluarkan untuk membangun blast furnace mencapai US$850 juta atau sekitar Rp12,5 triliun.

Kontrak pembangunan kompleks pabrik dengan sistem blast furnace diteken pada 15 November 2011 dengan konsorsium kontraktor lokal PT Krakatau Engineering (PT KE) dan kontraktor luar, yaitu Capital Engineering and Research Incorporation Limited (MCC-CERI).

Proyek pembangunan Blast Furnace Complex (BFC) KRAS mencakup Sintering Plant, Coke Oven Plant, Blast Furnace, dan Hot Metal Treatment Plant dengan kapasitas produksi 1,2 juta metrik ton hot metal dan pig iron per tahun.

Related Topics