NEWS

Larangan Ekspor CPO Berlaku, Harga TBS Di Tingkat Petani Merosot

Petani sawit sulit jual hasil panen karena harga TBS turun.

Larangan Ekspor CPO Berlaku, Harga TBS Di Tingkat Petani MerosotPekerja menimbang buah kelapa sawit di salah satu tempat pengepul kelapa sawit di Jalan Mahir Mahar, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Selasa (26/4/2022). ANTARA FOTO/Makna Zaezar/aww.
by
29 April 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Pemerintah Indonesia resmi melarang ekspor produk sawit mulai Kamis (28/4). Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menyampaikan dampaknya sangat memprihatinkan bagi petani di seluruh Indonesia.

Dia mengatakan para petani sulit menjual hasil panen kelapa sawitnya karena harganya turun drastis. “Ada yang tidak bisa dijual karena pengepul tidak mau membeli. Perubahan harga juga cepat berubah pada pengepul. Pada pagi hari Rp1.500, tengah hari Rp1.000, dan sore hari ada petani yang terpaksa membawa pulang kembali TBS-nya karena sudah tidak laku. Tidak ada pembeli," ujarnya dalam pernyataannya, Jumat (29/4).

Di Riau, kata Henry, harga Tandan Buah Segar (TBS) petani hanya Rp1.500-Rp1.600 per kilogram. Di Batanghari, Jambi, TBS sawit masih laku Rp1.000-Rp1.500 per kilogram. Bahkan ada pula harga TBS yang dibeli kurang dari Rp1.000 per kilogram.

Henry menegaskan, pengusaha, korporasi sawit tidak patuh terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai standar pembelian TBS dari petani.

Petani mengeluh

M. Yunus Nasution, petani sawit anggota SPI di Padang Lawas, Sumatera Utara, mengamini kondisi tersebut. Berdasarkan perhitungannya, jika TBS sawit dihargai Rp1.500-Rp1.700 per kilogram—seperti dilaporkan petani SPI Jambi dan SPI Riau—biaya produksi tidak tertutupi. Artinya, petani merugi.

"Terlebih harga pupuk naik. Biaya produksi petani ikut meninggi. Di Padang Lawas untuk hari ini, harga TBS justru kembali turun, dari Rp.2.140 per kilogram menjadi Rp.1.990 per kilogram," ujarnya.

Menurutnya, harga TBS harus dilindungi sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor (Permentan) Nomor 1 tahun 2018 dengan mempertimbangkan antisipasi terhadap perubahan harga input produksi yang ekstrim.

"Karena saat ini banyak PKS yang membeli TBS di bawah ketentuan yang telah diputuskan gubernur. Hal ini jelas menjadi bukti pelanggaran," katanya.

Pengusaha harus bayar sesuai harga

Sementara itu, Henry kembali meminta kepada para pengusaha kelapa sawit untuk membayar harga TBS sesuai dengan yang diberlakukan tiap-tiap daerah. Misalnya kalau kemarin petani jual TBS harga Rp1.500 dan harga ketetapan di daerah Rp3.000, maka para pengusaha harus bayar kembali Rp1.500 selisihnya.

"Jika pengusaha tidak bisa, tidak mau, harus diberikan sanksi sesuai dengan Permentan No.1/2018, yang merujuk pada UU Nomor 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan pemberdayaan Petani (Perlintan) dan kebijakan lainnya yang melindungi harga produksi petani," ujar Henry.

Related Topics