Jakarta, FORTUNE - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bakal membatasi pembangunan pabrik pemurnian mineral (smelter) nikel kelas II lantaran perlu mempertimbangkan keseimbangan antara pasokan dan kebutuhan biji nikel.
Jika tidak diatur, maka smelter yang sudah terbangun dikhawatirkan tidak mendapatkan pasokan bijih nikel yang cukup untuk berproduksi.
"Kementerian ESDM sudah ada rencana untuk melakukan pembatasan. Dari Kemenkomarves juga mengatakan bahwa pemerintah tidak akan mengeluarkan lagi izin untuk pembangunan smelter jenis untuk proses pyrometalurgi untuk nikel kelas II," ujar Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara, Irwandy Arif, dalam keterangannya Kamis (19/10).
Irwandy mengatakan pemerintah akan mengkaji secara komprehensif kebijakan ini, terutama untuk proses nikel yang ada di Indonesia, baik nikel berkadar rendah (limonite) maupun nikel berkadar tinggi (saprolite).
"Saat ini nikel yang mengalami proses pyrometalurgi ke arah stainless steel ada 44 smelter dan yang menggunakan proses hydrometalurgi ke arah baterai itu ada 3 smelter. Konsumsi biji nikel untuk pyrometalurgi dengan saprolite adalah sebesar 210 juta ton per tahun dan limonate sebesar 23,5 juta ton per tahun," katanya.