NEWS

Bambang Trihatmodjo Tegaskan Tak Akan Bayar Utang Sea Games 1997

Utang yang ditagih Kemenkeu mencapai Rp64 miliar.

Bambang Trihatmodjo Tegaskan Tak Akan Bayar Utang Sea Games 1997Gedung DJKN Kemenkeu. Shutterstock_haryanta.p
24 March 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Kuasa hukum Bambang Trihatmodjo, Shri Hardjuno Wiwoho, mengatakan kliennya bersikeras menolak membayar utang dana talangan Sea Games 1997 yang mencapai Rp64 miliar ke negara. 

Bambang juga meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani menghentikan kasus dana talangan tersebut karena sejak awal dana talangan yang digunakan bukan bersumber dari APBN, melainkan dana pungutan reboisasi dari Kementerian Kehutanan.

"Sumber dari dana talangan ini bukan dari APBN. Kita trace itu bukan dari kas Kemensetneg tapi dari Kementerian Kehutanan, sumbernya dari dana reboisasi. Dana yang memang didapatkan dari pihak swasta," ujarnya melalui keterangan resmi, Kamis (24/3).

Kuasa Hukum Bambang lainnya, Prisma Wardhana Sasmita, juga menegaskan bahwa belum pernah ada sinkronisasi dan penghitungan detail terkait nilai  dana talangan yang ditagihkan, yakni sekitar Rp64 miliar.

"Jadi pokok Rp35 miliar dengan bunga 15 persen, jadi sekian. Itu juga kan juga jauh dari nilai keadilan," tuturnya.

Di samping itu, menurut Prisma, pihak yang patut bertanggungjawab atas dana talangan tersebut seharusnya adalah PT Tata Insani Mukti (TIM). Sebab, meski saat itu Bambang menjabat sebagai komisaris utama TIM, ia bukanlah pemegang saham perusahaan.

TIM sendiri merupakan pihak swasta yang bergabung dalam Konsorsium Mitra Penyelenggaraan SEA Games XIX tahun 1997. Bergabungnya TIM berdasarkan penandatanganan MoU pada 14 Oktober 1996 silam.

Sedangkan dari pihak pemerintah ada Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), dan Menkokesra.

Sesuai akte Berita Acara Rapat PT TIM No.19 pada 2 Maret 1998, jelas Prima, pemilik saham PT TIM sebagai subjek hukum Konsorsium Swasta Mitra Penyelengggara (KMP) SEA Games XIX 1997 adalah PT Perwira Swadayarana milik Bambang Riyadi Seogomo dan PT Suryabina Agung milik Enggartiasto Lukito.

Hal ini sesuai dengan Putusan Van Dading di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan Nomor Perkara 159/Pdt.G/2021/PN Jkt Sel, terutama di Point 6, Point 7, Point 8, Point 9 dan Point 10.

“Dalam putusan tersebut, Bambamg Trihatmodjo sebagai Komisaris utama memunta pertanggung jawaban Direktur PT TIM, Bambang Riyadi Soegomo dan/atau juga sebagai pemilik saham PT TIM dan Enggartiasto Lukito,” terangnya.

Duduk perkara tagihan ke Bambang

Sebagai informasi, Penyelenggaraan SEA Games XIX mengalami permasalahan biaya karena Indonesia mendadak menjadi tuan rumah menggantikan Brunei Darussalam. Awalnya, untuk menggelar perhelatan olahraga se-Asia Tenggara itu, biaya yang diminta Kemenpora/KONI sekitar Rp70 miliar. Namun, jumlahnya kemudian membengkak menjadi Rp156,6 miliar, sementara kondisi APBN saat itu tak siap untuk menambal biaya.

Belum lagi, KONI mendadak meminta dana tambahan sebesar Rp35 miliar untuk pembinaan atlet. Padahal saat itu konsorsium swasta hanya menyanggupi mencarikan dana penyelenggaraan sebesar Rp70 miliar.

Karena itu, pemerintah melalui Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) menggunakan dana Reboisasi Kementerian Kehutanan. Dari angka itu, biaya penyelenggaraan SEA Games XIX sebesar Rp121,6 miliar dan biaya persiapan kontingen Indonesia sebesar Rp35 miliar.

Belakangan, dana talangan yang digunakan untuk menutup kekurangan biaya itu menjadi sorotan karena tercatat sebagai piutang pemerintah. Pasalnya, dana talangan itu diberikan oleh pemerintah lewat Kementerian Sekretariat Negara kepada konsorsium swasta mitra penyelenggara Sea Games 1997 yang dipimpin oleh Bambang.

Dana sebesar Rp35 miliar diambil pemerintah dari dana reboisasi yang ditampung di Kementerian Kehutanan. Meski demikian, secara keseluruhan jumlah piutang negara yang ditagih Sri Mulyani kepada Bambang mencapai Rp64 miliar.

Angka itu berasal dari akumulasi pinjaman pokok sebesar Rp35 miliar ditambah dengan bunga sebesar 15 persen dengan jangka waktu 1 tahun atau selama periode 8 Oktober 1997 hingga 8 Oktober 1998.

Related Topics