NEWS

Dalami Dana BLBI ke BCA, Pansus DPD RI Akan Panggil Anthony Salim

Dana BLBI ke BCA pernah dinyatakan lunas.

Dalami Dana BLBI ke BCA, Pansus DPD RI Akan Panggil Anthony SalimANTARA FOTO/Fauzan
11 August 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Pansus Dana BLBI Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI akan memanggil CEO Salim Group, Anthony Salim alias Liem Hong, pada Agustus 2022 untuk dimintai penjelasan soal dana BLBI yang diterima PT Bank Central Asia (BCA). Ini merupakan panggilan ketiga setelah dalam dua panggilan sebelumnya yang bersangkutan mangkir.

”Jikalau kali ini kembali tidak hadir tanpa alasan, kami pun menggunakan kehormatan lembaga ini," ungkap Ketua Pansus BLBI DPD RI Bustami Zainudin dalam keterangan resminya, seperti dikutip Antara, Kamis (11/8).

Bustomi menyebut bahwa DPD RI merasa tidak dihormati atas mangkirnya Anthony. Terlebih BCA merupakan salah satu penerima dana BLBI terbesar. Pada rapat pendalaman materi kemarin (10/8), misalnya, Anthony tak hadir. Hanya Fadel Muhammad, obligor yang juga diundang dalam rapat tersebut, yang menghadiri panggilan.

Padahal, pemanggilan beberapa obligor BLBI ini berdasarkan rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. "Kami sudah mengundang beberapa obligor yang direkomendasikan oleh BPK untuk kami dalam waktu dua bulan agar memberikan rekomendasi kepada negara. Harapannya dalam nota keuangan yang dibacakan oleh Presiden Jokowi, sudah dipikirkan untuk menghilangkan bunga rekap obligasi yang menjadi beban APBN setiap tahun,” tegasnya.

Klarifikasi ke Fadel Muhammad

Sementara itu, dengan hadirnya Fadel selaku obligor di hadapan DPD RI, Pansus akhirnya dapat mengklarifikasi beberapa isu terkait. Misalnya, klaim bahwa kasus Bank Intan sudah selesai. Menanggapi hal tersebut, Fadel Muhammad mengatakan pihaknya telah memenangi Peninjauan Kembali (PK) di level Mahkamah Agung (MA) dalam kasus BLBI Bank Intan.

“Kami sudah memenangkan PK di MA dan membawa semua dokumen yang membuktikan bahwa kami sudah memenangi PK. Setelah ini kami akan serahkan kepada Pansus,” tutur Fadel.

Wakil Ketua Pansus BLBI Sukiryanto menyebutkan Pansus BLBI ingin mendapatkan kejelasan soal BLBI, mengingat DPD adalah lembaga yang tidak ada intervensi dari pihak manapun lantaran mewakili daerah. Selama ini rakyat memikul beban bunga rekap utang BLBI yang harus dibayarkan per tahun.

“Dana Rp48 triliun per Juni 2022 itu bisa dimanfaatkan untuk membangun jembatan di daerah atau diberikan dalam bentuk subsidi. Pansus BLBI DPD RI juga ingin mencari novum baru tindak pidana agar kasus ini bisa jelas sejelas-jelasnya,” ucap Sukiryanto.

Sementara itu, Anggota Pansus BLBI DPD RI Darmansyah Husein mengungkapkan beberapa data jaminan aset BLBI yang saat ini dipegang oleh Satgas tidak semuanya benar dan memiliki banyak indikasi pidana, sehingga pihaknya ingin mengejar angka bunga rekap obligasi, lantaran tidak adil uang sebanyak Rp48 triliun digelontorkan untuk kepentingan konglomerat.

Utang BLBI BCA dianggap lunas

Berdasarakan penelusuran Fortune Indonesia, perkara utang dana BLBI BCA sudah pernah diklaim lunas. Ini lantaran pemerintah--dalam hal ini BPPN--telah menetapkan pinjaman BLBI ke BCA dikonversi menjadi saham pemerintah (92,8 persen). Otomatis, kewajiban Salim Group terhadap kucuran dana BLBI menjadi tidak ada dan beralih pada pemerintah.

Salim Group hanya punya kewajiban penyelesaian utang-utang dari berbagai anak usahanya, dalam hal ini sebagai debitor, kepada BCA sebagaimana tertuang dalam perjanjian MSAA.

Perry Cornelius, kuasa hukum Salim Group, pada 2007 menjelaskan bahwa saat rupiah terdepresiasi sangat tajam pada 1997, pemerintah meminta bantuan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia yang dituangkan dalam letter of intent (LoI) untuk menanggulangi krisis.

Namun, kerusuhan di Jakarta yang terjadi pada 13-15 Mei tahun tersebut, yang diikuti pergantian kepemimpinan nasional, telah mengakibatkan terjadinya penarikan dana secara besar-besaran (rush) oleh nasabah BCA.

"Rush menyebabkan BCA untuk menerima fasilitas diskonto dari BI sebanyak tiga kali. Namun karena pemerintah menilai BCA telah memenuhi syarat untuk ditetapkan dalam program rekapitulasi bank, akhirnya kucuran BLBI dikonversi menjadi saham pemerintah," kata Perry seraya menambahkan dengan demikian BLBI yang dikucurkan ke BCA telah diselesaikan sendiri oleh bank tersebut.

"Jadi kewajiban yang harus diselesaikan Salim Group bukanlah BLBI, tapi utang perusahaan-perusahaan Salim Group ke BCA yang sudah dikuasai pemerintah saat itu," ujar Perry.

Untuk membayar utang-utang Salim Group pada BCA senilai Rp52,7 triliun, menurut Perry, BPPN akhirnya memakai jasa empat perusahaan jasa untuk menaksir aset-aset yang dimiliki Salim Group. "Salim Group diwajibkan membayar utang-utangnya dengan menyerahkan 108 perusahaan yang hingga kini masih beroperasi dan menguntungkan ditambah dengan uang cash Rp100 miliar," papar Perry.

Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan MSAA tersebut, kata Perry, telah tertuang dalam Ketetapan MPR No VIII/2000, UU No 25 tahun 2000 tentang Propenas, Inpres no 8 tahun 2002 dan keputusan Mahkamah Agung No 03/G/HUM/2003.

"Salim Group tidak dilibatkan sama sekali dalam proses penjualan saham perusahaan yang dilakukan oleh BPPN dan PT Holdiko Perkasa. Jumlah recovery rate atas penjualan saham sekitar 38 persen," ujarnya.

Lalu, berdasarkan keputusan KKSK dan persetujuan Meneg BUMN, BPPN akhirnya menerbitkan Surat Keterangan Lunas (SKL) pada 11 Maret 2004 yang menyatakan Salim Group telah menyelesaikan seluruh kewajibannya kepada BPPN berdasar MSAA.

"Otomatis sejak itu sebenarnya Salim Group telah diberikan pembebasan dan pelepasan dalam rangka pemberian jaminan kepastian hukum," tutur Perry Cornalius. Sedang berdasarkan laporan BPK no 346/XII/11/2006 tambah Perry, BPK berpendapat dalam pelaksanaan MSAA tidak terdapat ketidaksesuaian material dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku

Related Topics