NEWS

Dampak Inflasi terhadap Perekonomian Indonesia

Inflasi sebabkan banyak dampak, seperti turunnya daya beli.

Dampak Inflasi terhadap Perekonomian IndonesiaIlustrasi Harga Pokok Penjualan. (Pixabay/Steve Buissinne)
25 November 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Mantan Wakil Presiden Indonesia, Jusuf Kalla, pernah berbicara panjang-lebar soal dampak inflasi bagi perekonomian dalam negeri. Dengan perumpamaan sederhana, ia menyebut inflasi seperti tekanan darah pada tubuh manusia. Jika terlalu tinggi atau terlalu rendah, tekanan darah dapat menyebabkan seseorang pingsan hingga mengalami kerusakan organ. Karena itu, menurutnya, inflasi harus dikendalikan dan stabilitasnya dijaga.

Mengutip Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi adalah kecenderungan naiknya harga barang dan jasa pada umumnya yang berlangsung secara terus menerus. Jika harga barang dan jasa di dalam negeri meningkat, maka inflasi mengalami kenaikan. Naiknya harga barang dan jasa tersebut menyebabkan turunnya nilai uang. Dengan demikian, inflasi dapat juga diartikan sebagai penurunan nilai uang terhadap nilai barang dan jasa secara umum.

Dalam mengukur inflasi, BPS menggunakan indikator Indeks Harga Konsumen yang menghitung rata-rata perubahan harga dari suatu paket barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga dalam kurun waktu tertentu. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan (inflasi) atau tingkat penurunan (deflasi) dari barang dan jasa.

Lantas, apa dampak inflasi bagi perekonomian?

Daya Beli Turun, Orang Miskin Bertambah

Ulasan tentang dampak inflasi sebenarnya sangat mudah ditemukan dalam berbagai pemberitaan hingga laporan ilimah. Namun, konsekuensi yang dialami tiap lapisan masyarakat akibat tingginya inflasi berbeda-beda. Di kalangan masyarakat, inflasi dalam tingkat tertentu dapat berdampak pada penurunan daya beli dan mengakibatkan bertambahnya jumlah orang miskin.

Ini bisa tergambar, misalnya, dari riset Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) UI pada 2005. Saat itu, untuk pertama kalinya pemerintah SBY menaikkan harga BBM menjadi Rp2.400 per liter dari sebelumnya Rp1.810 per liter. 

Meski dampaknya terhadap inflasi tergolong kecil, namun riset LPEM menunjukkan bahwa kenaikan harga tersebut menyebabkan daya beli kelompok hampir miskin di kota akan turun sebesar 0,42 persen dan kelompok yang sama di desa akan menurun 0,39 persen. Selain itu, riset LPEM juga menunjukan bahwa kenaikan harga BBM rata-rata 30 persen akan mendorong pertambahan orang miskin dari 16,25 persen menjadi 16,43 persen.

Keuntungan Naik, tapi Ongkos Produksi Meningkat

Sementara bagi pelaku usaha, inflasi dapat meningkatkan pendapatan lantaran harga jual barang yang naik. Meki demikian, inflasi juga dapat berdampak buruk bagi dunia usaha jika biaya produksi ikut naik. Misalnya, ketika muncul tuntutan buruh untuk upah lebih tinggi agar daya beli mereka kembali terangkat.

Hal tersebut dapat dilihat di Amerika Serikat yang baru-baru ini mengalami lonjakan inflasi hingga 5 persen, atau tertinggi dalam dua dekade terakhir. Amazon.com Inc, misalnya,  didesak menambah upah sebesar US$3 per jam. Padahal sebelumnya, perusahaan itu sudah memberikan upah US$15 per jam.

Atau, bisa juga karena inflasi menyebabkan bahan baku produksi menjadi mahal sehingga margin yang didapat perusahaan makin mengecil. Hal ini dialami banyak pembangkit listrik di Eropa yang harus mengeluarkan biaya besar untuk membeli komoditas batu bara, yang harganya tengah melonjak, sebagai bahan baku pembakaran.

Related Topics