NEWS

ESDM Bakal Ubah Skema Harga DMO Batu Bara

Pengaturan ulang untuk menekan disparitas harga.

ESDM Bakal Ubah Skema Harga DMO Batu BaraKapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Barito, Barito Kuala, Kalimantan Selatan, Rabu (1/9/2021). ANTARA FOTO/Makna Zaezar
17 November 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE -​​​​​​ Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana mengubah skema penentuan harga batu bara acuan (HBA) untuk menekan disparitas harga komoditas tersebut di pasar domestik dan internasional. Nantinya, pengaturan harga akan dilakukan dengan menetapkan batas atas (ceiling price) dan batas bawah (floor price).

"Kami mencoba melihat peluang-peluang pengaturan yang lebih baik dan memberikan keadilan bagi para pelaku usaha (pertambangan)," kata Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Ridwan Djamaluddin lewat keterangan resmi di situs Kementerian ESDM, dikutip Rabu (17/11).

Ridwan menjelaskan, saat ini penetapan harga batas atas sudah diimplementasikan untuk kelistrikan umum, industri semen dan pupuk. Jika kebijakan ini tidak ditetapkan, ada potensi kecenderungan produsen batu bara menghindari kontrak dengan konsumen dalam negeri saat harga "emas hitam" naik.

"Saat harga naik, (produsen) lebih memilih denda bila harga batubara domestik jauh lebih rendah dibandingkan harga pasar internasional," Ridwan menambahkan.

Opsi penetapan harga batas bawah sendiri bertujuan untuk melindungi produsen batu bara agar tetap dapat berproduksi pada tingkat keekonomiannya saat harga batu bara sedang rendah. Sebaliknya, harga batas atas dibutuhkan agar konsumen dalam negeri tetap dapat membeli batu bara dengan harga terjangkau.

Kemudian, Kementerian ESDM juga akan membuat aturan kontrak penjualan dalam negeri melalui skema harga tetap (fixed price) dengan besaran harga yang disepakati secara Business to Business (B to B). "Skema ini akan memberikan kepastian bagi produsen batu bara maupun konsumen batu bara dalam negeri terkait jaminan harga dan volume pasokan," tutup Ridwan.

Permintaan Pengusaha

Sebagai informasi, pemerintah telah mengatur kewajiban pemenuhan batubara dalam negeri bagi semua badan usaha pertambangan yang diatur dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 139.K/HK.02/MEM.B/2021 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batubara Dalam Negeri.

Dalam regulasi tersebut, bagi perusahaan pertambangan yang tidak memenuhi DMO 25 persen dari rencana produksi atau kontrak penjualan dalam negeri akan dikenakan larangan ekspor batubara, denda, maupun dana kompensasi.

Namun, lengusaha batu bara mengusulkan agar harga untuk domestic market obligation (DMO) ditinjau ulang menyusul kenaikan harga komoditas tersebut di pasar internasional. Pasalnya kesenjangan harga jual yang makin jauh antara batu bara ekspor yang telah menembus di atas US$200 per ton dengan harga DMO yang masih di bawah US$100 per ton sulit memanfaatkan potensi peningkatan margin

Tak ayal sejumlah produsen lebih memilih melakukan ekspor dan mangkir dari kewajibannya.

"Akhirnya kan kita lihat ada yang melakukan ekspor dan tidak memenuhi kewajibannya. Karena ada disparitas yang tinggi antara domestik dengan ekspor. Tapi kami kembalikan semuanya ke pemerintah, karena menyangkut masalah kelistrikan untuk kepentingan orang banyak," ujarnya kepada Fortune Indonesia, beberapa waktu lalu.

Di sisi lain, menurutnya, jika harga patokan diubah dengan mekanisme pasar, pemerintah juga berpotensi memperoleh penerimaan negara lebih tinggi. Sebab, batu bara sebagai telah ditetapkan sebagai barang kena pajak melalui Undang-Undang Cipta Kerja. Dus, kenaikan harganya di dalam negeri akan turut mengerek pendapatan dari pos PPN.

Related Topics