NEWS

Pemerintah Bentuk Dana Bersama Bencana

Dana bersama kebencanaan bisa dikembangkan dengan investasi.

Pemerintah Bentuk Dana Bersama BencanaDok, BPMI Setpres
24 August 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Pemerintah membentuk dana bersama atau pooling fund bencana (PFB) melalui penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 tahun 2021 tentang Dana Bersama Penanggulangan Bencana. Tujuannya, untuk mendukung ketersedian dana penanggulangan bencana yang memadai, tepat waktu dan sasaran, terencana, berkelanjutan, serta melindungi keuangan negara dan memperkuat kapasitas pemerintah baik pusat maupun daerah

Perpres 75/2021 menyebutkan, dana bersama itu bisa berasal dari APBN, APBD, serta sumber dana lain yang sah. Beleid tersebut juga menugaskan Menteri Keuangan untuk melakukan pengelolaan dana yang mencakup pengumpulan dana, pengembangan dana, penyaluran dana, serta penugasan lain. 

Pengelolaan dapat dilakukan melalui pembentukan Badan Layanan Umum (BLU). Sementara pengembangan dana yang dimaksud dapat dilakukan dengan investasi jangka pendek dan/atau jangka panjang.

Dana Awal Rp7,3 Triliun

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, mengatakan PFB akan memiliki dana kelolaan awal sebesar kurang lebih Rp7,3 triliun. Dana kelolaan ini diharapkan akan terus berkembang dari tahun ke tahun melalui kegiatan pengumpulan maupun pengembangan dana.

 "Dengan demikian, PFB akan menambah kapasitas pendanaan bencana pemerintah dari semula hanya terdiri dari dua sumber utama yaitu APBN dan APBD" ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (23/8).

Ia melanjutkan, PFB merupakan tonggak penting manajemen risiko bencana di Indonesia dan merupakan bagian dari strategi pendanaan dan asuransi risiko bencana atau Disaster Risk Financing and Insurance (DRFI). 

Strategi DRFI, jelas Febrio, memungkinkan pemerintah mengatur strategi pendanaan risiko bencana melalui APBN/APBD, maupun memindahkan risikonya kepada pihak ketiga dengan pengasuransian aset pemerintah dan masyarakat. 

Nantinya BLU yang mengelola PFB memfasilitasi pembelian premi asuransi perlindungan aset pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat, dengan memanfaatkan hasil pengelolaan dana (investment proceeds).

"Dalam 2-3 tahun ke depan, PFB akan mendanai pembelian premi asuransi seluruh gedung/bangunan milik Kementerian/Lembaga dan bergotong royong untuk co-financing dengan Pemerintah Daerah untuk pengasuransian aset daerah. Sehingga, nilai kerusakan akibat bencana alam yang ditanggung pemerintah dapat ditekan", tambah Febrio.

Menutup Gap Pendanaan

Menurut Febrio, kehadiran PFB sangat dibutuhkan untuk menutup celah pendanaan atau financing gap yang kerap menyebabkan proses penanggulangan bencana terkendala. Terlebih, Indonesia sangat rentan dengan bencana alam. 

Analisis Bank Dunia (2018) menempatkan Indonesia di peringkat ke-12 dari 35 negara yang menghadapi risiko terbesar akibat bencana alam. Hampir seluruh wilayah terpapar risiko atas lebih dari 10 jenis bencana alam, antara lain gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, letusan gunung api, kebakaran, cuaca ekstrim, gelombang ekstrim, kekeringan, dan likuefaksi. 

Saat ini Indonesia bahkan menghadapi bencana non-alam akibat pandemi COVID-19. Dampak dari berbagai bencana tersebut sangat signifikan dan multidimensi.

Kajian Kementerian Keuangan (2020) menyebutkan, kerusakan langsung yang dialami Indonesia akibat berbagai jenis dan skala bencana dalam 15 terakhir bernilai sekitar Rp20 triliun per tahun. 

Sebagai contoh, bencana alam besar seperti gempa, tsunami dan likuefaksi di Sulawesi Tengah pada September 2018, mengakibatkan kerusakan dan kerugian ekonomi sekitar Rp18,5 triliun. 

Namun, Dana Cadangan Bencana di dalam APBN untuk mendanai kegiatan tanggap darurat dan hibah rehabilitasi dan rekonstruksi kepada Pemerintah Daerah masih berada di bawah nilai kerusakan dan kerugian tersebut, yaitu sekitar Rp5-10 triliun per tahun sejak 2004.

Related Topics