NEWS

POJK Bursa Karbon Terbit Bulan Depan, Perdagangan Dimulai September

Bursa karbon akan terintegrasi dengan SRN Perubahan Iklim.

POJK Bursa Karbon Terbit Bulan Depan, Perdagangan Dimulai SeptemberKetua DK OJK Mahendra Siregar pada Pembukaan Perdagangan BEI 2023, di Jakarta, Senin (2/1).
08 May 2023
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, mengatakan aturan penyelenggaraan bursa karbon akan dirilis bulan depan. Peraturan OJK (POJK) tersebut akan terbit berbarengan dengan integritas bursa karbon di Bursa Efek Indonesia dengan Sistem Registri Nasional (SRN) Perubahan Iklim di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kebutuhan (KLHK).

"Harapannya pada bulan September sudah melakukan perdagangan perdana yang rencana awal akan dilakukan antara lain juga dengan perdagangan launching hasil dari apa yang sdah diakui sebagai bagian dari result based payment [REDD+] sebesar 100 juta ton CO2e yang dalam hal ini KLHK sedang memfinalisainya," ujar Mahendra dalam konferensi pers KLHK, Senin (8/5).

Secara paralel, lanjut Mahendra, pembentukan bursa karbon akan diikuti dengan persiapan seluruh perangkat SRN KLHK, seperti sertifikasi proyek penurunan emisi serta otorisasinya.

"Itu harus dilakukan sehingga porduk dalam bentuk sertifkasi otorisasi bisa diperdagangkan di bursa karbon. Diharapkan hal itu dapat berlangsung dalam 1-2 bulan ini sehingga connect dengan jadwal yg kami sampaikan tadi," katanya.

Dalam kesempatan sama, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan kementeriannya terus mempersiapkan regulasi tentang pungutan pajak karbon sebagai disinsentif fiskal untuk mendukung pencapaian target iklim pemerintah dalam Nationally Determined Contribution (NDC).

"Kami kerja sama dengan KLHK, Kemenko Maritim dan Investor, Kementerian ESDM dalam persiapan bursa dan pajak karbon," ujarnya.

Empat fitur bursa karbon 

Sebelumnya, Kepala Divisi Pengembangan Bisnis BEI, Ignatius Denny Wicaksono, mengatakan bursa karbon yang diselenggarakan BEI akan dikembangkan dengan empat fitur.

Pertama, mekanisme lelang yang diselenggarakan pemerintah atau regulator. Jika volume kredit karbon dari peserta mandatori perdagangan karbon di PLTU seret karena tidak ada yang mau menjual kelebihan kuota emisinya, misalnya, Kementerian ESDM dapat memberikan allowance atau kredit karbon tambahan untuk mengontrol harga agar tidak terlalu tinggi.

Namun, pihak yang ingin mendapatkan "suntikan" kredit karbon atau kuota emisi tambahan itu harus mengikuti mekanisme lelang. "Saya mengeluarkan barang, misalnya PTBAE PU sebesar 50.000 ton, silakan penawarnya menyampaikan [penawarannya]," kata Ignatius.

Kedua adalah regular trading yang akan dibuka untuk seluruh pelaku usaha. "Nanti kita akan buat beberapa jenis instrumen. Tidak selalu spesifik per proyek, tapi akan ada beberapa instrumen saja, yang kita harapkan bisa dipertukarkan antara instrumen tersebut," ujarnya.

Contohnya, persetujuan teknis batas atas emisi pelaku usaha (PTBAE PU) untuk pembangkit yang dikeluarkan pada 2023 dapat dipertukarkan dengan PTBAE-PU lain yang juga diterbitkan pada tahun yang sama. Mekanismenya sama seperti pasar saham tempat harga dapat dipantau secara mutakhir.

"Di sini akan ada order book, yang mau jual di harga berapa, yang mau beli di harga berapa. Biasanya di sini transparansi harga terlihat," katanya.

Fitur selanjutnya adalah pasar negosiasi. Dalam fitur ini, penjual dan pembeli kredit karbon dapat berdagang di luar bursa, kemudian melaporkannya untuk bisa tercatat ke dalam sistem bursa. 

Terakhir, fitur marketplace, tempat pembeli dapat mendapatkan informasi secara jelas mengenai proyek-proyek kredit karbon yang dapat mereka beli. "Biasanya ini untuk sertifikat pengurangan emisi gas rumah kaca (SPE GRK)," ujarnya.

Fitur-fitur tersebut nantinya dapat digunakan pada dua jenis pasar. Pertama, pasar yang akan memfasilitasi transaksi pada subsektor yang sama. Contohnya, antar pembangkit listrik yang terlibat mandatori perdagangan karbon berdasarkan Peraturan Menteri ESDM nomor 16 tahun 2022.

"Untuk yang dari Kementerian ESDM akan menggunakan ini, dimana PTBAE PU ataupun SPE GRK yang dijual hanya diperuntukkan untuk satu subsektor tertentu dalam hal ini subsektor ketenagalistrikan," kata Ignatius.

Kedua, perdagangan antara subsektor. Ini dimungkinkan jika subsektor lain seperti transportasi hingga kehutanan mengeluarkan mandatori serupa. Tiap peserta perdagangan karbon di subsektor tersebut bisa membeli karbon dari subsektor lain dengan bursa ini.

"Nanti ketika pasarnya sudah berkembang, akan banyak subsektor-subsektor lain dan SPE GRK dapat diperdagangkan atau ditukarkan antara subsektor, pasar ini akan kami buka juga sehingga nanti pembeli maupun penjual dapat lebih luas lagi tergantung kebijakan yang dikeluarkan," ujarnya.

Related Topics