NEWS

Sri Mulyani Soroti Minimnya Regulasi di Sektor Keuangan

Sektor keuangan rentan terdampak gejolak ekonomi global.

Sri Mulyani Soroti Minimnya Regulasi di Sektor KeuanganMenteri Keuangan Sri Mulyani mengikuti rapat dengan Badan Anggaran DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/9). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.
27 January 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyoroti minimnya regulasi sektor keuangan di tengah perubahan pola konsumsi dan digitalisasi yang sangat cepat di Indonesia. Padahal, sektor tersebut berkaitan erat dengan perlindungan konsumen dan berisiko menimbulkan masalah sistemik.

"Sektor keuangan ini yang justru mengalami perubahan sangat cepat dengan digital teknologi, namun banyak produk legislasinya belum jadi," ujarnya dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI, Kamis (27/1)

Terlebih, sektor keuangan sangat rentan terdampak dengan dinamika perekonomian global. Ia mencontohkan, pengetatan moneter di negara-negara maju seperti Amerika Serikat hingga kondisi geopolitik yang terjadi antara Rusia dan Uni Eropa akan sangat berpengaruh terhadap stabilitas sistem keuangan domestik.

"Sektor keuangan belum tersentuh, terus terang. Produk hukum sektor keuangan banyak yang sangat audited entah capital markets, pensiun, atau lembaga keuangan bukan bank yang dari sisi mekanisme harus kita perbaiki," jelasnya.

Menurutnya, KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) di satu sisi melihat optimisme dalam perekonomian, namun tetap mewaspadai sentimen global. Lantaran itu, ia meminta Komisi XI turut bergerak dan berkontribusi dalam menyiapkan aturan perundang-undangan yang dapat mengakomodasi kebutuhan  serta reformasi sektor keuangan.

"Jadi kita harap dengan komisi XI kita bisa reformasi sektor keuangan sehingga keseluruhan fondasi ekonomi kita busa diperkuat dan tingkatkan dengan adanya pandemi dan perubahan teknologi yang lebih cepat," terangnya.

Reformasi Fiskal dan Independensi BI

Dalam kesempatan tersebut, Bendahara Negara juga menyampaikan bahwa pemerintah terus melakukan reformasi fiskal seiring dengan kebutuhan untuk menurunkan defisit ke bawah 3 persen APBN hingga 2023.

Artinya, rencana pembiayaan anggaran melalui utang harus diturunkan dengan mengoptimalkan penerimaan negara tanpa harus membebani masyarakat dan dunia usaha. 

"Yang paling penting defisit kita di 4,85 persen dari PDB di tahun ini. Ini lebih tinggi dari realisasi defisit 2021 yang sangat baik. Jadi kita berharap realiasasi defisit 2022 jauh lebih rendah dari yang ada di Undang-Undang APBN," tuturnya.

Menurut Sri Mulyani selama ini pemerintah cukup terbantu dalam pembiayaan APBN dengan adanya kerja sama dengan Bank Indonesia melalui Surat Keputusan Bersama 1, 2 dan 3. Sebab, dengan masuknya bank sentral ke pasar SBN, pemerintah dapat tetap menjaga stabilitas sistem keuangan sekaligus menghindari risiko kejatuhan harga di pasar surat utang.

Dengan kerja sama tersebut, hingga tahun ini pemerintah dapat melakukan konsolidasi fiskal cukup cepat dan dan memulihkan kembali fondasi kebijakan fiskal demi menjaga perekonomian kedepannya.

"Kami dengan Pak Gubernur BI dalam SKB 1, 2, dan 3 terus menjaga strategi fiskal kita stabil dan kredibel namun terhadap semua stakeholder BI sebagai otoritas moneter tetap dijaga dan terjaga independensinya," tuturnya.

Sri Mulyani pun mengakui bahwa menjaga independensi BI bukan perkara mudah di tengah tekanan fiskal dan berbagai ancaman stabilitas sistem keuangan. Tak sedikit pula, negara yang harus berkompromi dengan menggandeng bank sentral dalam menjaga stabilitas sistem keuangan di tengah pandemi Covid-19

"Banyak negara yang compromise dalam situasi Covid sehingga central bank menjadi alat yang kemudian menimbulkan persepsi mengenai independensinya. Kita lihat di Turki dalam kondisi yang tidak mudah, kemudian negara-negara yang sedang krisis seperti Argentina. Tapi bahkan Amerika serikat sendiri, Jerome Powell (Gubernur Bank Sentral AS) dalam posisi yang tidak mudah," tandasnya.

Related Topics