Jakarta, FORTUNE - Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI), Adhi S. Lukman, mengatakan bahwa rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen pada 2025 akan sangat memberatkan, terutama berkenaan dengan daya beli masyarakat.
Sebab, dia menilai daya beli masyarakat saat ini belum pulih seperti sebelum pandemi Covid-19 merebak.
“Kalau mau dinaikkan lagi akan semakin berat,” kata dia kepada Fortune Indonesia, Rabu (20/3).
Dia mengusulkan PPN untuk komoditas pangan justru semestinya dapat diturunkan karena termasuk ke dalam golongan sangat strategis. Apalagi produk pangan olahan menyumbang sekitar 30 persen terhadap PDB.
“Paling tidak saya usulkan turun di 7 atau 8 persen,” ujarnya.
Dalam PMK Nomor 70/PMK.03/2022, makanan dan minuman tidak termasuk dalam sektor dengan PPN disesuaikan menjadi 11 persen pada 2022. Dengan begitu, PPN pada sektor pangan masih 10 persen, termasuk jasa perhotelan dan jasa boga atau katering.
Kenaikan PPN semestinya menyasar produk-produk mewah (branded) yang tidak terlalu dibutuhkan oleh masyarakat kelas menengah-bawah untuk mengompensasi pendapatan negara.
“Kalau barang luxury dinaikkan (PPN) tidak apa,” katanya.