Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo saat memberikan keterangan pers usai rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Senin (19/9).

Jakarta, FORTUNE - Pemerintah melakukan sejumlah upaya untuk meningkatkan produksi kedelai dalam negeri. Salah satu upayanya adalah dengan menanam bibit varietas yang lebih unggul. Bahkan, jika perlu menggunakan bibit produk rekayasa genetik atau genetically modified organism (GMO) maupun bibit impor.

Hal tersebut disampaikan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo dalam keterangan pers usai mengikuti rapat terbatas (ratas) yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), Senin(19/09).

“Menggunakan GMO kalau perlu, menggunakan bibit impor kalau perlu, dan tentu mempersiapkan bibit-bibit nasional atau lokal dengan varietas tinggi,” ujarnya.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan impor kedelai pada 2021 mencapai US$1,482 miliar atau Rp21,04 triliun. Nilai tersebut meningkat 479,4 juta atau 47,78 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Dengan penggunaan varietas yang lebih unggul ini, diharapkan produksi kedelai di tanah air dapat meningkat secara signifikan. Apabila stok melimpah, maka dapat menjaga stabilitas harga kedelai dalam negeri.

“Selama ini kedelai misalnya hanya (menghasilkan) 1,5 sampai 2 ton per hektare. Diharapkan kita bisa mendapatkan varietas yang mampu (berproduksi) di atas 3 sampai 4 ton per hektare,” katanya.

Syahrul mengungkapkan rendahnya volume produksi kedelai per hektare disinyalir memicu para petani beralih ke jagung. Hal ini berdampak pada tingginya impor kedelai untuk memenuhi kebutuhan nasional, bahkan hingga mencapai di atas 90 persen.

“Selama ini petani itu lebih tertarik menanam jagung karena harga jagung sama dengan harga kedelai Rp5.000 itu kurang lebih. Kalau jagung dia per hektarenya 6-7 ton, sementara kedelai cuma 1,5 juta ton,” ujarnya.

Pemerintah bakal serap panen petani

Untuk mendorong minat petani untuk menanam kedelai, pemerintah akan memberikan kepastian harga dengan menetapkan harga beli. Pemerintah juga mendorong badan usaha milik negara (BUMN) untuk membeli hasil panen para petani. Adapun harga yang ditetapkan adalah Rp10 ribu per kilogram.

“Bapak Presiden mengatakan, OK impor memang harus dilakukan. Tapi, sepanjang bisa ditanam maksimal, maka tanam sebanyak-banyaknya dan beli yang ditanam oleh rakyat. Tentukan harganya agar rakyat bisa kembali tertarik menanam kedelai,” ujarnya.

Syahrul menambahkan pihaknya tengah menyiapkan lahan untuk mengembangkan kedelai hingga mencapai 351 ribu hektare. “Sekarang baru tanam 67 ribu hektare dan tentu Oktober ini akan mulai tanam,” ujarnya.

Anggaran untuk area tanam kedelai

Pekerja menunjukkan kedelai impor yang harganya melambung di sentra industri tahu dan tempe Kampung Rawa, Johar Baru, Jakarta, Senin (21/2/2022). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/wsj.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan bahwa penetapan harga beli diperlukan agar petani tidak dirugikan.

“Presiden ingin agar kedelai itu tidak 100 persen tergantung pada impor. Salah satu arahan beliau adalah harganya dibuat agar petani tidak dirugikan. Jadi untuk mencapai harga itu nanti ada penugasan daripada BUMN agar petani bisa memproduksi,” ujar Airlangga.

Terkait pengembangan area tanam kedelai, Airlangga mengungkapkan bahwa pemerintah telah menyiapkan anggaran sekitar Rp400 miliar.

“Langkah berikut yang sudah disiapkan oleh anggaran pemerintah itu untuk perluasan ke 300 ribu hektare, anggarannya sekitar Rp400 miliar. Dan tahun depan akan ditingkatkan dari 300 ribu menjadi 600 ribu hektare,” katanya.


 

Editorial Team