Jakarta, FORTUNE - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, melayangkan gugatan pencemaran nama baik senilai US$15 miliar (sekitar Rp240 triliun) terhadap The New York Times (NYT), sejumlah reporternya, dan penerbit Penguin Random House. Langkah hukum ini dipandang bukan sekadar sengketa reputasi, melainkan bagian dari strategi lebih luas dalam menekan dan mendelegitimasi institusi media arus utama.
Gugatan yang diajukan di pengadilan federal Florida ini menuding NYT telah merusak reputasi pribadi dan bisnis Trump melalui serangkaian artikel serta buku yang diterbitkan pada 2024.
Menurut dokumen pengadilan, laporan tersebut diklaim sebagai bagian dari "pola pencemaran nama baik yang disengaja dan jahat selama puluhan tahun" oleh media tersebut, demikian Reuters.
Menanggapi gugatan tersebut, NYT memperlihatkan ketegasan dalam bersikap.
"Gugatan ini tidak memiliki dasar hukum. Ini adalah upaya menghalangi dan melemahkan semangat peliputan independen," kata seorang juru bicara NYT dalam sebuah pernyataan, dikutip Reuters.
Analis media dan pakar hukum menilai gugatan ini sebagai taktik "lawfare" atau penggunaan instrumen hukum untuk tujuan politik. Tujuannya adalah menciptakan efek gentar (chilling effect) yang dapat membuat organisasi berita ragu menggelar investigasi mendalam terhadap figur publik yang berkuasa, mengingat besarnya biaya litigasi yang harus ditanggung.
"Gugatan terbaru ini langsung keluar dari buku pedoman Trump yang mencoba menggunakan sistem hukum untuk mengintimidasi pers," kata Caitlin Vogues dari Freedom of the Press Foundation, demikian laman The Guardian).
Trump pernah menerapkan pola serupa terhadap media lain seperti ABC dan CBS, yang beberapa di antaranya berakhir dengan penyelesaian di luar pengadilan.
Gugatan setebal 85 halaman itu secara spesifik menyoroti buku Lucky Loser karya dua reporter NYT dan beberapa artikel terkait. Menurut tim hukum Trump, pemberitaan tersebut dibuat dengan "kebencian yang diniatkan menimbulkan kerusakan maksimal" selama periode pemilihan, demikian Reuters.
Bagi kalangan bisnis dan investor, eskalasi konflik antara figur politik sekelas presiden dengan pilar keempat demokrasi ini membawa ketidakpastian. Serangan hukum yang sistematis terhadap media dapat berimplikasi pada transparansi dan akuntabilitas, dua elemen penting bagi iklim investasi yang sehat.
"Ada gerakan lebih luas merendahkan, mengintimidasi, dan merusak media sebagai institusi yang independen dan kritis," ujar Joel Simon, Direktur Journalism Protection Initiative di CUNY Graduate School of Journalism, dikutip The Guardian.
Terlepas dari hasil akhir kasus ini, para pengamat sepakat gugatan ini akan menjadi preseden penting bagi hubungan antara kekuasaan dan pers pada masa mendatang.