Jakarta, FORTUNE – Walau pemerintah baru saja menurunkan ketentuan batas atas harga tes Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) menjadi Rp275 ribu untuk Jawa dan Bali, serta Rp300 ribu untuk luar Jawa–Bali, hal ini masih patut dipertanyakan. Pasalnya, harga pemeriksaan serupa di India hanya berkisar Rp160 ribu.
“Harga PCR seharusnya bisa di bawah Rp200 ribu, bahkan ketika harga mahal itu di Maret dan April 2021 saja sudah bisa di bawah Rp200 ribu,” kata anggota Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade, dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama holding farmasi BUMN, Selasa (9/11).
Tuntutannya dapat menekan harga tes PCR ke bawah Rp200 ribu, kata Andre, bukan tanpa alasan. Menurutnya, Harga Pokok Penjualan (HPP) dari tes ini hanya sekitar Rp100 ribu.
Andre menjelaskan, untuk saat ini dalam membangun laboratorium tes PCR tidak membutuhkan biaya hingga miliaran rupiah. Pasalnya, ia mengungkapkan, untuk harga mesin yang dibutuhkan mengolah sampel dan mengektraksi hanya seharga Rp250 juta. Bahkan, menurutnya, saat ini pabrik-pabrik telah menawarkan skema untuk peminjaman mesin dengan beberapa syarat.
“Sehingga cukup lab-lab kita beli kitnya saja, menyediakan kitnya saja, dan mesinnya dipinjamkan secara gratis oleh pabrik,” ujarnya.
Selain itu, dia pun memaparkan harga dari komponen-komponen yang digunakan dalam tes PCR. Mulai dari viral transport medium (VTM) harganya sekitar Rp10 ribu, PCR kit reagent dihargai Rp65 ribu, dan cairan ekstraksinya seharga Rp10 ribu. “Anggap saja untuk modal Rp100 ribu dari PCR kit, biaya nakes dan APD, serta untung anggap Rp50 ribu–Rp70 ribu. Jadi harga PCR seharusnya bisa di bawah Rp200 ribu,” kata Andre.
Dengan harga PCR di bawah Rp200 ribu, menurut Andre, pelaku bisnis tes PCR masih mendapatkan untung. Dia menyebut, harga keekonomian dari tes PCR di Indonesia berkisar Rp170–Rp180 ribu.