Jakarta, FORTUNE - Rencana pemerintah meluncurkan bursa untuk perdagangan komoditas minyak sawit mentah (CPO) pada Juni mendatang perlu dicermati karena ditengarai dapat menguntungkan buyer/asing, sekaligus membebani pelaku usaha termasuk petani sawit yang menanggung biaya tambahan.
Direktur Eksekutif Institute of Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, menilai bursa CPO di Indonesia tentu akan menguntungkan pembeli karena memberikan banyak pilihan selain bursa Malaysia dan Rotterdam.
“Sekarang kan ada duapoli, yakni di Malaysia dan Rotterdam. Kalau ditambah lagi akan lebih banyak. Jadi kan persaingan lebih ketat. Akhirnya buyer lebih selektif karena punya banyak pilihan,” kata Tauhid dalam keterangan pers, Selasa (23/5).
Kendati demikian, kata Tauhid, bursa CPO Indonesia akan menguntungkan pemerintah karena lebih fair dalam mengacu pada penetapan pungutan ekspor (PE) dan bea keluar (BK).
“Itu lebih clear ketimbang yang dipakai bursa Malaysia,” ujarnya.
Namun, bagi eksportir, belum tentu harga yang diterima itu lebih baik. Bisa saja harga lebih tinggi, tapi karena persaingan antar bursa yang lebih ketat, harga lebih rendah bisa terbentuk. Sama halnya seperti komoditas minyak mentah: ada Brent, WTI, dan lainnya.
“Tinggal nanti apakah kita menjual CPO dengan kualitas yang sama atau tidak. Nah itu yang berbeda. Selain itu kemungkinan ada perbedaan karena adanya biaya logistik dan lain sebagainya. Kalau beli di sini, ada cost untuk mengambilnya, misalnya. Tinggal dilihat dinamika harganya seperti apa,” katanya.