Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Pengembangan biodiesel yang dilakukan Kementerian ESDM.
Pengembangan biodiesel yang dilakukan Kementerian ESDM. (dok. Kementerian ESDM)

Intinya sih...

  • Pemerintah Indonesia menang dalam sengketa perdagangan melawan Uni Eropa terkait bea masuk biodiesel.

  • Panel WTO menemukan tiga kelemahan utama dalam kebijakan UE terkait biodiesel asal Indonesia.

  • Kemenangan ini hasil kolaborasi erat antara pemerintah, sektor swasta, dan para ahli hukum internasional.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, FORTUNE - Indonesia berhasil menang dalam sengketa perdagangan melawan Uni Eropa (UE) di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait pengenaan bea masuk imbalan (countervailing duties) terhadap produk biodieselnya. Dalam putusan final yang dirilis pada Jumat (22/8), Panel WTO menyatakan kebijakan bea masuk UE terbukti tidak konsisten dengan aturan perjanjian subsidi dan bea masuk imbalan (ASCM) WTO.

Menyikapi putusan ini, pemerintah Indonesia mendesak Uni Eropa segera membatalkan kebijakan tersebut. Menteri Perdagangan, Budi Santoso, menegaskan bahwa kemenangan dalam sengketa yang terdaftar dengan nomor DS618 ini menjadi bukti kepatuhan Indonesia terhadap aturan perdagangan global.

“Kemenangan ini membuktikan bahwa Indonesia tidak pernah menerapkan kebijakan perdagangan yang distortif sebagaimana dituduhkan UE. Karena itu, kami mendesak UE segera mencabut bea masuk imbalan yang tidak sesuai dengan aturan WTO ini,” ujar Budi dalam keterangan resminya, Senin (25/8).

Panel WTO, yang terdiri dari perwakilan Afrika Selatan, Meksiko, dan Belgia, memenangkan Indonesia setelah mematahkan tiga argumen kunci yang diajukan oleh Uni Eropa:

  • Tudingan subsidi bahan baku ditolak: Panel menolak klaim UE bahwa pemerintah Indonesia mengarahkan produsen kelapa sawit menjual bahan baku dengan harga murah kepada produsen biodiesel.

  • Kebijakan ekspor bukan subsidi: Panel memutuskan bahwa kebijakan bea keluar dan pungutan ekspor minyak kelapa sawit yang diterapkan Indonesia tidak dapat diklasifikasikan sebagai bentuk subsidi terlarang.

  • Ancaman kerugian tidak terbukti: Komisi Eropa dinilai gagal membuktikan bahwa ekspor biodiesel Indonesia menyebabkan kerugian material bagi produsen di Eropa dan terbukti mengabaikan faktor-faktor lain yang memengaruhi pasar mereka.

“Dengan demikian, Panel WTO menilai bea masuk imbalan UE terhadap biodiesel Indonesia tidak berdasarkan bukti objektif,” kata Budi.

Pemerintah Indonesia berkomitmen memastikan putusan ini segera diimplementasikan agar akses pasar bagi produk biodiesel nasional kembali terbuka. Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan, Isy Karim, menegaskan pihaknya akan menempuh berbagai jalur yang diperlukan.

“Kami berharap UE menghormati putusan WTO dan mengambil langkah konkret untuk menyesuaikan kebijakannya. Indonesia akan menggunakan seluruh instrumen diplomasi dan hukum agar akses pasar biodiesel nasional kembali pulih,” ujarnya.

Lebih jauh, Budi menambahkan bahwa kemenangan ini merupakan hasil kolaborasi erat antara pemerintah, sektor swasta, dan ahli hukum, yang meningkatkan kepercayaan diri Indonesia dalam memperjuangkan kepentingan nasional di kancah global.

“Kemenangan ini membuktikan WTO masih relevan sebagai forum penyelesaian sengketa perdagangan. Indonesia mendorong agar semua anggota WTO tetap berpegang pada sistem perdagangan multilateral yang berbasis aturan di tengah ketidakpastian global,” kata Budi.

 

 

Editorial Team