Jakarta, FORTUNE - Inflasi Amerika Serikat pada Februari 2022 melonjak di kisaran 7,9 persen (year on year), akibat meroketnya harga energi, bahan pangan serta perumahan. Kenaikan inflasi tertinggi dalam 40 tahun terakhir ini pun memberikan sinyal akan adanya lonjakan harga dan inflasi yang lebih tinggi ke depan.
Sebagai informasi, pada Januari 2022, (month to month/mtm) inflasi AS dilaporkan sebesar 7,5 persen.
Mengutip Fortune.com, Departemen Tenaga Kerja, Kamis (10/3), menyatakan sebagian besar kenaikan harga disebabkan reli beruntun harga minyak dan gas usai invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari. Sejak itu, harga gas rata-rata secara nasional telah melonjak sekitar 62 persen menjadi US$4,32 per galon.
Padahal, sebelum perang berkecamuk, pemulihan belanja masyarakat, kenaikan gaji karyawan dan kekurangan pasokan yang terus-menerus telah mengirim inflasi konsumen AS ke level tertinggi dalam empat dekade terakhir.
Terlebih lagi, biaya perumahan, yang merupakan sepertiga dari indeks harga konsumen pemerintah, telah meningkat tajam-- sebuah tren yang tidak mungkin berbalik dalam waktu dekat.
Bagi kebanyakan masyarakat Amerika, inflasi telah melampaui kenaikan gaji tahun lalu dan membuat mereka lebih sulit untuk membeli kebutuhan seperti makanan, gas, dan membayar sewa.
Akibatnya, inflasi telah menjadi ancaman politik utama bagi Presiden Joe Biden dan anggota Kongres Demokrat saat pemilihan paruh waktu semakin dekat. Pelaku bisnis kecil mengatakan dalam survei bahwa situasi ini akan menjadi perhatian ekonomi utama.
Guna membendung lonjakan inflasi, Federal Reserve bahkan telah berancang-ancang menaikkan suku bunga beberapa kali tahun ini dimulai dengan kenaikan moderat pekan depan.
The Fed menghadapi tantangan yang sulit, meskipun: Jika pengetatan kredit terlalu agresif tahun ini, itu berisiko melemahkan ekonomi dan mungkin memicu resesi.