Kwik Kian Gie, Mantan Kepala Bappenas era Megawati, saat bersaksi untuk Syafruddin dalam sidang perkara BLBI di pengadilan Tipikor Jakarta, 5 Juli 2018, mengatakan bahwa dirinya telah mewanti-wanti bahwa Inpres tersebut berakibat fatal dan bisa mengakibatkan kerugian negara yang sangat besar.
Menurut Kwik, pembahasan Inpres yang berujung pada penerbitan SKL BLBI berlangsung sebanyak tiga kali. Rapat pertama dilakukan di kediaman Megawati di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat pada 2002.
Rapat yang membahas rencana penerbitan SKL untuk para obligor yang dianggap kooperatif itu dihadiri Menteri Koordinator Perekonomian Dorojatun Kuntjoro Jakti, Menteri Keuangan Boediono, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Laksamana Sukardi dan Jaksa Agung MA Rahman.
Kwik menolak rencana tersebut dan bersikukuh bahwa obligor yang berhak mendapat SKL adalah mereka yang telah melunasi utangnya. Sedangkan kooperatif yang dimaksud dalam rapat adalah pengusaha yang mau diajak bicara dan bertemu. "Untuk saya yang dinamakan kooperatif belum tentu menyelesaikan masalah, karena obligor bisa pura-pura kooperatif, tetapi de facto tidak pernah membayar".
Kwik juga menilai rapat di Teuku Umar tidak sah karena tak ada undangan tertulis dan tidak dilakukan di Istana Negara. Megawati kemudian membatalkan kesepakatan di Teuku Umar tersebut dan melakukan rapat kedua di Istana Negara.
Rapat itu kembali dihadiri pejabat yang datang pada saat rapat di Teuku Umar. Kwik Kian Gie tetap menolak sementara Megawati kembali tidak mengambil sikap. Baru pada sidang kabinet ketiga, Kwik kalah suara dan Megawati akhirnya menyepakati mengeluarkan SKL untuk para obligor yang dianggap kooperatif.
"Dua kali saya menggagalkan rencana itu, tapi dalam rapat ketiga saya kalah," kata Kwik Kian Gie.
Pada 2018, Pengadilan Tipikor Jakarta menghukum Syafruddin 13 tahun penjara dan denda Rp700 juta, sedangkan Pengadilan Tinggi Jakarta menambah hukuman tersebut menjadi 15 tahun penjara dan denda Rp15 miliar. Kendati demikian setahun setelahnya ia bebas lewat putusan kasasi MA. Putusan itu pula yang membuat KPK menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap Sjamsul Nursalim dan istrinya yang berstatus buron.
Setelahnya, Menkopolhukam Mahfud MD dan Menteri Keuangan Sri Mulyani pun bersama-sama mempelajari putusan tersebut dan memutuskan mengejar piutang dari para debitur dan obligor BLBI melalui jalur perdata.