Jakarta, FORTUNE - Pemerintah Iran mengusulkan tuntutan baru yang menghambat perundingan untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran 2015. Padahal, pekan lalu, sinyal positif muncul di tengah persiapan negosiasi terakhir di Wina--Iran akan kembali mematuhi pembatasan pada kegiatan nuklirnya dan Amerika Serikat (AS) kembali mematuhi kesepakatan yang sempat dilanggar di era Presiden Trump pada 2018.
Mengutip Reuters, hambatan baru dari Iran tersebut muncul setelah Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, pada Sabtu (5/3) menuntut jaminan besar-besaran perdagangan Rusia dengan Iran tidak akan terpengaruh atas sanksi yang dikenakan pada Moskow atas invasinya ke Ukraina.
Permintaan Rusia pada awalnya membuat marah Teheran, yang berpeluang membantu Taheran serta Washington bergerak menuju kesepakatan tentang beberapa masalah pelik yang tersisa, kata para diplomat,.
Akan tetapi serangkaian komentar tiba-tiba oleh pejabat Iran termasuk Pemimpin Tertinggi, Ali Khamenei Kamis (10/3) menunjukkan bahwa angin telah berubah arah.
“Pendekatan AS terhadap tuntutan prinsip Iran, ditambah dengan tawarannya yang tidak masuk akal dan tekanan yang tidak dapat dibenarkan untuk mencapai kesepakatan. Ini menunjukkan bahwa AS tidak tertarik pada kesepakatan kuat yang akan memuaskan kedua belah pihak,” kata Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran Ali Shamkhani, di Twitter
Dia menambahkan "tidak adanya keputusan politik AS, pembicaraan semakin rumit setiap jam."
Kendati tak merinci apa tuntutan yang dimaksud, namun, pernyataan tersebut bertentangan dengan apa yang dikatakan empat pejabat barat–bahwa rancangan teks akhir telah disepakati yang hanya memerlukan sedikit penyesuaian, kecuali pertanyaan terbuka Iran tentang tuntutan besar-besaran Rusia sebagai jaminan dari tercapainya kesepakatan.
Meski demikian, para diplomat mengatakan teks akhir negosiasi itu mencakup jaminan yang lebih mengerucut pada kerja sama nuklir antara Rusia dan Iran yang digariskan dalam perjanjian.
Seorang pejabat Iran mengatakan, masih ada dua hingga tiga pertanyaan yang sulit diselesaikan dan Teheran saat ini menuntut perubahan bagaimana kesepakatan harus dilaksanakan.
Dia mengatakan, Iran ingin penerbitan keringanan sanksi minyak diajukan ke awal, untuk kemudian memverifikasi langkah tersebut dengan mengekspor minyak dan mendapatkan petrodolar melalui sistem perbankan – sebuah perubahan radikal dari langkah kunci hati-hati dalam mengurutkan peristiwa yang dinegosiasikan.
Khamenei yang memiliki keputusan akhir tentang masalah nuklir, membuat komentar yang tegas tetapi relatif tidak jelas tentang negosiasi.
"Kemajuan ilmiah di bidang nuklir terkait dengan kebutuhan masa depan kita, dan jika kita menyerah, akankah ada yang membantu kita di masa depan?" tuturnya.
Iran juga menginginkan jaminan bahwa tidak ada lagi presiden AS di masa depan yang akan meninggalkan kesepakatan nuklir.
Menanggapi kekhawatiran Iran, mantan Wakil Presiden AS, Mike Pence, mengatakan jika Washington menyetujui kesepakatan baru dan jika Partai Republik mengambil alih kekuasaan lagi, mereka akan "merobek Kesepakatan Nuklir Iran baru pada hari pertama."