Jakarta, FORTUNE – Indonesia diminta untuk meningkatkan kewaspadaan dan menyiapkan antisipasi dalam menghadapi isu resesi global yang diperkirakan terjadi pada 2023. Secara makro, perekonomian dunia bakal berdampak terhadap perekonomian dalam negeri.
“Kami masih melihat perkembangan positif pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Namun, kita tetap harus mewaspadai dampak pandemi dan sejumlah risiko yang dapat mempengaruhi perekonomian Tanah Air, seperti kondisi geopolitik Rusia-Ukraina yang berimbas terhadap inflasi di sejumlah negara, tak terkecuali Indonesia,” kata CEO Grant Thornton Indonesia, Johanna Gani, dalam keterangan resmi usai diskusi publik yang dikutip Selasa (13/12).
Dia mengatakan tahun depan akan memberikan sejumlah tantangan global dan domestik seperti inflasi tinggi, pengetatan suku bunga, eskalasi perang Rusia-Ukraina, harga energi tinggi, ketatnya likuiditas global, Pemilu 2024, risiko inflasi domestik, penurunan daya beli masyarakat, peningkatan biaya produksi, depresiasi rupiah, dan berlanjutnya PHK massal.
Ekonom Institute for Developments of Economics and Finance (Indef), Ariyo DP Irhamna, berpendapat perekonomian global akan melambat tahun depan akibat kenaikan harga energi dan komoditas pangan. Namun, Indonesia memiliki prospek pertumbuhan ekonomi 5 persen, dan kinerja neraca perdagangan juga dalam kondisi bagus dengan posisi surplus selama 29 bulan berturut-turut.
“Hal tersebut disebabkan kinerja ekspor dan impor Indonesia yang tidak terhubung erat dengan ekonomi global. Dengan begitu, ancaman resesi terhadap perekonomian Indonesia tidak akan terlalu terasa, namun hanya akan melambat. Ditambah dengan ekonomi mitra dagang utama seperti Tiongkok dan Amerika Serikat yang tetap tumbuh”, ujarnya.