Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Menteri Pertanian, Andi Amran (ditjenpkh.pertanian.go.id)

Intinya sih...

  • Jepang, Malaysia, dan Filipina mengalami krisis pangan, menjadi alarm bagi Indonesia untuk menjaga ketahanan pangan nasional.

  • Harga beras di Jepang naik drastis 82%, sementara Malaysia mengalami kelangkaan beras lokal yang memicu kepanikan masyarakat.

  • Indonesia harus memperkuat produksi dalam negeri dan memiliki cadangan yang cukup untuk menghadapi ketidakpastian global terkait pangan.

Jakarta, FORTUNE – Menteri Pertanian (Mentan) RI Andi Amran Sulaiman mengatakan bahwa kejadian darurat pangan yang melanda Jepang, Malaysia, hingga Filipina merupakan alarm bagi Indonesia untuk bertindak cepat dalam menjaga ketahanan pangan nasional.

“Kita tidak ingin rakyat antre beras seperti di Filipina atau panik seperti di Malaysia dan Jepang. Dengan cadangan yang cukup dan sistem distribusi yang tangguh, Indonesia bisa menjadi contoh dalam ketahanan pangan global,” kata Amran dalam keterangannya, Jumat (21/2).

 

 

Harga beras di Jepang meningkat drastis 82%

Amran juga menyoroti kebijakan terbaru pemerintah Jepang. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, pemerintah Jepang melepaskan 210 ribu ton beras dari cadangan darurat sebanyak 1 juta ton imbas dari lonjakan harga ekstrem.

Kenaikan harga beras di Jepang mencapai 82% dalam setahun. Awalnya, harga beras di Jepang sekitar 2.023 yen atau setara Rp215.423 per kg. Lalu, menjadi 3.688 yen atau setara dengan Rp393 ribu per kg.

“Ini dampak langsung dari gelombang panas ekstrem yang merusak produksi dan mengganggu distribusi. Kondisi ini bisa terjadi di mana saja jika negara tidak memiliki cadangan pangan yang memadai,” ujar Amran.

Beras di Malaysia yang langka picu kepanikan masyarakat

Ilustrasi petani di sawah (unsplash.com/Shayan)

Di Malaysia, kelangkaan beras lokal memicu kepanikan di masyarakat. Pasokan yang menipis menyebabkan lonjakan harga, sementara harga beras impor yang lebih tinggi makin membebani rakyat.

Selain itu, gelombang protes dari warga Malaysia terus meningkat di media sosial. Para warga menuntut tindakan nyata dari pemerintah untuk mengatasi krisis ini serta mengurangi ketergantungan pada beras impor.

“Kondisi di Malaysia menunjukkan bahwa terganggunya stok pangan bisa berakibat pada keresahan sosial. Pangan bukan sekadar kebutuhan, tetapi juga faktor stabilitas negara,” jelas Amran.

Sementara itu, Filipina sudah menetapkan status darurat ketahanan pangan sejak awal Februari 2025 seusai inflasi beras mencapai 24,4%—angka tertinggi dalam 15 tahun terakhir.

“Negara yang bergantung pada impor beras seperti Filipina dan Malaysia sangat rentan ketika pasokan global terganggu. Ini menjadi pelajaran berharga bahwa ketergantungan pada impor bukanlah solusi jangka panjang. Indonesia harus memperkuat produksi dalam negeri,” tegas Amran.

Di samping itu, Badan Pangan Dunia (Food and Agriculture Organization/FAO) melaporkan bahwa lebih dari 864 juta orang di dunia mengalami kerawanan pangan parah pada 2024, dengan Asia dan Afrika sebagai wilayah terdampak utama. Perubahan iklim, konflik, dan ketidakstabilan ekonomi disebut sebagai pemicu utama.

 “Ini bukan sekadar peringatan, tapi bukti nyata bahwa pangan adalah isu strategis. Indonesia harus memastikan ketahanan pangan sejak sekarang,” tutur Amran.

BPS: Harga beras di Indonesia tertinggi pada Februari 2024

Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi memantau stok beras (badanpangan.go.id)

Adapun di Indonesia, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), harga beras di Tanah Air mengalami kenaikan dan mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah pada Februari 2024. Harga beras di tingkat penggilingan pada bulan tersebut tercatat di level Rp14.274 per kg.

“Kondisi ini menjadi pengingat bahwa tanpa cadangan yang cukup dan mekanisme stabilisasi yang kuat, kita bisa menghadapi lonjakan harga yang lebih besar di masa depan,” terang Amran.

Untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga beras, Presiden RI Prabowo Subianto telah menginstruksikan Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) agar secepatnya menyerap 3 juta ton beras dari petani dengan acuan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah senilai Rp.6.500 per kg dan membeli beras Rp12 ribu per kg guna menjaga semangat petani untuk bertani.

“Ini langkah strategis. Dengan penyerapan massal, kita tidak hanya memastikan petani mendapatkan harga yang layak, tapi juga memperkuat stok nasional guna menghadapi ketidakpastian global. Indonesia saat ini dalam kondisi pangan yang kuat,” klaim Amran.

Editorial Team