Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Claudia Goldin, peraih Nobel Ekonomi 2023. (scholar.harvard.edu)

Jakarta, FORTUNE – Sejarawan ekonomi Universitas Harvard, Claudia Goldin, mendapat anugerah Nobel Ekonomi 2023 atas karyanya yang mengungkap penyebab kesenjangan upah dan pasar tenaga kerja yang mengakar akibat perbedaan gender laki-laki dan perempuan.

Dikutip dari laman Reuters, Selasa (10/10), Goldin memberikan sumbangsih pada ekonomi, terkait penelitiannya yang mengungkap penyebab perubahan, serta sumber utama kesenjangan gender.

“Claudia Goldin memberikan laporan komprehensif pertama mengenai pendapatan perempuan dan partisipasi pasar tenaga kerja selama berabad-abad,” begitu pernyataan resmi dari lembaga pemberi penghargaan Nobel.

Goldin mengatakan, hingga kini masih terdapat perbedaan besar antara perempuan dan laki-laki dalam hal apa yang mereka lakukan, bagaimana mereka dibayar dan sebagainya. “Pertanyaannya adalah, mengapa hal ini terjadi? Dan itulah inti dari pekerjaan (penelitiannya) ini,” ujarnya kepada Reuters.

Atas berbagai sumbangsihnya, Goldin mendapatkan hadiah Nobel dalam bidang ekonomi yang bernilai hampir US$1 juta atau sekitar Rp15,70 miliar. Hadiah ini dipersembahkan oleh Sveriges Riksbank dalam Ilmu Ekonomi untuk Mengenang Alfred Nobel.

Nobel ekonomi adalah cabang penghargaan nobel terakhir yang ditambahkan pada 1968, untuk melengkapi berbagai pencapaian sebelumnya dalam bidang fisika, kimia, kedokteran, sastra, dan perdamaian.

<p><strong>Ketidaksetaraan upah</strong></p>

Melalui bukunya, ‘Understanding the Gender Gap: An Economic History of American Women’ (1990), Goldin memberikan pengaruh besar pada kajian terhadap akar ketidaksetaraan upah selama 200 tahun.

Ia pun menindaklanjuti buku itu melalui penelitian tentang dampak pil kontrasepsi terhadap karier perempuan dan keputusan pernikahan, nama keluarga perempuan setelah menikah sebagai indikator sosial, dan alasan mengapa perempuan kini menjadi mayoritas sarjana.

Goldin mengatakan pada konferensi pers di Harvard bahwa perempuan sepanjang sejarah sering kali disembunyikan dari pandangan dan tidak diberi kompensasi, karena melakukan pekerjaan yang sama dengan laki-laki yang dibayar.

“Mereka telah menjadi pekerja, mereka mulai mencari nafkah untuk diri mereka sendiri dan keluarga mereka. Kehidupan mereka telah banyak berubah, namun pasar tenaga kerja dan kebijakan pemerintah kerap lebih lambat dalam merespons,” ujar Goldin.

Goldin dalam penelitiannya mengungkapkan, mengungkapkan bahwa meskipun terdapat kemajuan dalam upaya mempersempit kesenjangan selama beberapa dekade terakhir, hanya ada sedikit bukti bahwa kesenjangan tersebut dapat sepenuhnya teratasi dalam waktu dekat. Karena keterbatasan fleksibilitas kaum perempuan akibat gender yang disandang, perempuan masih saja menghadapi kekurangan gaji yang signifikan dibandingkan dengan laki-laki.

Menurut Pew Research Center, perempuan di Amerika Serikat pada 2022 memperoleh penghasilan rata-rata hanya 82 persen dari penghasilan laki-laki. Sementara itu, data dari Komisi Eropa pada 2021 menunjukkan bahwa perempuan memperoleh penghasilan rata-rata 13 persen lebih rendah per jam dibandingkan dengan laki-laki.

<p><strong>Pengaruh besar</strong></p>

Editorial Team

Tonton lebih seru di