Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Dirut Bulog Mayjen TNI Novi Helmy Prasetya bersama Asisten Perekonomian Setda Jateng Sudjarwanto Dwiatmoko dan Kakanwil Bulog Jateng Sopran Kenedi. (IDN Times/Fariz Fardianto)
Dirut Bulog Mayjen TNI Novi Helmy Prasetya bersama Asisten Perekonomian Setda Jateng Sudjarwanto Dwiatmoko dan Kakanwil Bulog Jateng Sopran Kenedi. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Intinya sih...

  • Kembali aktifnya Letjen TNI, Novi Helmy Prasetya, ke dinas ketentaraan setelah menjabat sebagai Direktur Utama Perum Bulog selama hampir empat bulan menuai sorotan.

  • Penunjukan Letjen Novi ke Bulog merupakan bagian dari dukungan terhadap kebijakan strategis nasional.

  • Seharusnya Letjen Novi telah memenuhi syarat pensiun dini.

 Jakarta, FORTUNE - Jabatan singkat Letnan Jenderal TNI, Novi Helmy Prasetya, sebagai Direktur Utama Perum Bulog yang hanya berlangsung empat bulan kini memicu sorotan tajam. Kembalinya sang jenderal ke dinas aktif dinilai tidak hanya membingungkan publik, tetapi juga menjadi preseden buruk yang mengindikasikan lemahnya konsistensi pemerintah dalam menegakkan Undang-Undang TNI.

Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES), Khairul Fahmi, menilai penugasan tersebut cacat hukum sejak awal. Ia merujuk pada Pasal 47 ayat (2) UU TNI yang baru direvisi, yang secara tegas membatasi prajurit aktif untuk menduduki jabatan sipil hanya pada 14 instansi tertentu dan harus melalui proses pensiun atau pengunduran diri.

"Penugasan Letjen Novi sejak awal Februari hingga akhir Juni 2025, yang kemudian ditarik kembali, menunjukkan bahwa proses administrasi tersebut tidak berjalan lancar sesuai ketentuan,” kata Fahmi kepada Fortune Indonesia, Senin (7/7).

Letjen Novi resmi ditarik kembali ke TNI per 30 Juni, sebuah langkah yang dikonfirmasi oleh Kapuspen TNI Mayjen Kristomei Sianturi pada Jumat (4/7). Pihak TNI berdalih penugasan tersebut merupakan permintaan Kementerian BUMN mendukung kebijakan strategis nasional dan telah disetujui oleh Panglima TNI.

Namun, Fahmi menegaskan situasi ini memperlihatkan ketidaktegasan administrasi personel TNI dan membuka ruang kecurigaan publik atas potensi politisasi jabatan. Menurutnya, kasus ini menjadi ironis karena terjadi justru setelah UU TNI direvisi untuk memperkuat norma pembatasan peran militer pada ranah sipil, sebuah semangat utama Reformasi menghapus praktik dwifungsi.

"Di era Presiden Jokowi, memang kembali ada sejumlah perwira tinggi TNI yang menduduki jabatan sipil di luar ketentuan UU," ujarnya. Peristiwa Letjen Novi, kata Khairul, menjadi sorotan karena melanggar aturan yang baru saja dikukuhkan.

Lebih lanjut, ia menilai kembalinya Letjen Novi ke TNI merupakan bentuk "koreksi administratif" yang terlambat. Ketika proses pemberhentian dari dinas aktif tidak tuntas, konsekuensinya adalah prajurit tersebut harus ditarik kembali.

"Namun, koreksi ini tidak menghapus kekeliruan di awal. Letjen Novi mestinya baru bisa menduduki jabatan Dirut Bulog setelah proses pemberhentiannya tuntas," kata Fahmi.

Ia pun memperingatkan agar penegakan aturan dan ketertiban administratif menjadi perhatian serius ke depan.

"Jika tidak, hal ini berpotensi menjadi preseden yang dapat merusak kredibilitas institusi dan melemahkan kepercayaan publik," ujarnya.

Harus menjadi pembelajaran BUMN dan Danantara

Sementara itu, Direktur NEXT Indonesia dan pengamat BUMN, Herry Gunawan, turut menyoroti fenomena ini dari sisi tata kelola perusahaan. Ia menilai kehadiran Letjen Novi di Bulog semestinya telah memenuhi syarat pensiun dini. Namun kini, Letjen Novi dinyatakan aktif kembali di TNI.

“Yang jelas, ini pelajaran berharga bagi BUMN, terutama Kementerian BUMN dan Danantara. Prinsip tata kelola perusahaan yang baik harus benar-benar diterapkan, dan dijaga. Sebab terlalu banyak persoalan tata kelola yang dilanggar, dan seolah-oleh sudah menjadi kebiasaan,” kata Herry kepada Fortune Indonesia.

Ia juga menyinggung maraknya pelanggaran etika tata kelola pada berbagai BUMN, termasuk soal pengangkatan wakil menteri yang kebanyakan merupakan pejabat politik sebagai komisaris. Sebetulnya, Undang-Undang No. 39/2008 tentang Kementerian Negara Pasal 23, yang kemudian telah diperkuat dengan Keputusan MK No. 80/PUU-XVII/2019, bisa disimak. Isinya, larangan bagi menteri sebagai komisaris BUMN, yang juga berlaku untuk wakil menteri.

“Jangan sampai, Kementerian BUMN menjadikan BUMN sebagai alat negosiasi politik atau bahkan hadiah bagi orang-orang terdekat,” ujarnya.

Dalam pernyataan resminya, TNI mengklaim Letjen Novi memutuskan kembali berdinas karena memilih tetap mengabdi sebagai prajurit. Kementerian BUMN pun telah menyetujui pengembalian Novi melalui melalui surat Nomor SR-75/DSI.MBU/07/2025 tanggal 30 Juni 2025.

 

Editorial Team