ilustrasi laut (unsplash.com/Jong Marshes)
Seperti diketahui, pada Agustus-November 2023, Jepang memutuskan membuang 15.600 ton air tercemar limbah radioaktif dari inti reaktor PLTN Fukushima. Sampai Maret 2023, total hampir 34.000 ton air tercemar limbah radioaktif dari inti reaktor PLTN Fukushima.
Peneliti nuklir pada Greenpeace Asia Timur, Shaun Burnie, menyebut, sekutu Jepang mengutamakan politik ketimbang melindungi lingkungan. Karena pembuangan dilakukan sekutunya, AS dan anggota G7 mendukung keputusan Jepang.
”Jepang gagal melindungi bangsanya, khususnya nelayan dan orang-orang yang hidup dari laut. Jepang juga mengecewakan bangsa-bangsa di Pasifik,” kata Burnie.
Greenpeace Jepang menyebut, pembuangan itu mengabaikan berbagai bukti ilmiah yang menyebut limbah itu membahayakan lingkungan.
Dalam kajian Greenpeace dan sejumlah panel ahli, air itu tidak hanya mengandung tritium. Air limbah PLTN Fukushima juga mengandung antara lain karbon-14, cesium 137, kobalt-60, strontium-90, dan yodium-129. Total ada 621 jenis senyawa radioaktif dalam limbah bekas air pendingin PLTN Fukushima.
Karbon-14 butuh setidaknya 5.000 tahun untuk hilang. Senyawa itu bisa memicu mutasi genetika. Adapun strontium-90 dapat memicu kanker tulang dan darah. Berdasarkan data TEPCO, kandungan strontium-90 pada limbah PLTN Fukushima 100 kali lebih tinggi dari ambang batas.
Greenpeace mengingatkan, limbah PLTN Fukushima berbeda dari PLTN lain. Limbah Fukushima mengandung lebih banyak jenis dan jumlah radioaktif. Sebab, limbah itu bersentuhan dengan inti reaktor PLTN. Di PLTN lain, limbah sisa air pendingin sama sekali tidak bersentuhan dengan inti reaktor.