Jakarta, FORTUNE - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengatakan pemerintah tengah mengkaji pembentukan badan layanan umum (BLU) yang akan jadi pengelola iuran ekspor dari para perusahaan batu bara. Pungutan itu nantinya akan digunakan untuk menutupi selisih harga Domestic Market Obligation (DMO) batu bara yang dibeli PLN dengan harga pasar.
"Ini masih dibicarakan detailnya, tapi ini akan membuat sistem menjadi baik dan menghindari ketidakpastian," ungkap Febrio dalam Taklimat Media BKF, Rabu (12/1).
BLU yang tengah dibahas tersebut merupakan bagian dari skema baru tata kelola batu bara untuk pembangkit listrik PT PLN (Persero). Tujuannya untuk menghindari kelangkaan pasokan yang berisiko menyebabkan krisis listrik di tanah air.
Skema itu, dalam paparan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marinvest) yang diterima Fortune Indonesia, juga akan mengatur kewajiban perusahaan batu bara untuk mengalokasikan produksinya ke PLN.
Nantinya, PLN akan mengikat kontrak jual-beli selama setahun dengan beberapa perusahaan batu bara yang memiliki spesifikasi produk sesuai dengan kebutuhan pembangkit PLN, berkalori 4.050-6.485 kcal/kg. Sementara perusahaan batu bara dalam negeri yang tak memiliki spesifikasi produk tersebut dan tak bisa berkontrak dengan PLN akan dikenakan sanksi sesuai Keputusan Menteri ESDM nomor 139.K/HK.02/MEM. B/2021.
Nilai harga kontrak antara PLN dan perusahaan akan disesuaikan per tiga atau enam bulan sesuai dengan harga pasar yang berlaku. Namun, harga yang akan dibayar PLN tetap mengacu pada ketentuan DMO yakni US$70 per ton, sementara selisihnya akan ditanggung oleh BLU yang akan terbentuk.
Misalnya, jika harga pasar batu bara dengan kalori 4.700 kcal/kg ditetapkan sebesar US$162 per ton dalam kontrak jual beli, BLU akan menambah kekurangan pembayaran sebesar US$8 dolar untuk tiap ton batu bara yang dipasok ke PLN.
Meski demikian, besarnya pungutan iuran ekspor yang akan ditetapkan ke perusahaan batu bara belum ditentukan hingga saat ini. Febrio mengatakan besarannya bakal ditentukan belakangan setelah BLU terbentuk.
Yang jelas, skema BLU tersebut tak akan menambah beban subsidi yang harus digelontorkan pemerintah ke PLN. Justru hal ini akan membantu koordinasi antara PLN dan pengusaha batu bara.
"Membantu terjadi koordinasi baik dengan mereka, sama dengan BLU yang lain. Di kelapa sawit misalnya, BPDKS ini membantu usaha koordinasi dengan pemerintah untuk kebijakan menjadi lebih baik. Nah logikanya mirip itu, jadi tidak ada dampak ke APBN, aman dan sehat. Jadi ini kita pastikan suplai batu bara aman dan tidak ada dampak ke APBN," jelasnya.