Jakarta, FORTUNE - Pemerintah memastikan bakal tetap menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11 persen mulai April 2022. Meski penerimaan negara kian menguat ditopang kenaikan harga komoditas di pasar global, pemerintah memastikan bahwa kenaikan PPN diperlukan sebagai langkah konsolidasi fiskal dan reformasi perpajakan.
Hal tersebut dipertegas oleh pernyataan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam acara Sosialisasi UU HPP di Palembang, Minggu (20/3). Ia mengatakan, aturan pelaksana kebijakan tersebut kini tengah dibahas pemerintah dan akan dirilis dalam waktu dekat. "Semua sedang kami buat peraturan operasionalnya," ujar Suahasil.
Kenaikan tarif PPN sendiri diatur dalam Undang-Undang nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). dalam beleid tersebut, pemerintah berencana menaikkan tarif secara bertahap dari semula 10 persen menjadi 11 persen mulai April tahun ini dan kembali naik menjadi 12 persen pada 2025.
Suahasil menuturkan, aturan pelaksana yang dibuat pemerintah akan berisi tentang jenis barang dan jasa yang selama ini dikecualikan dari PPN seperti barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan, dan jasa pelayanan sosial. Nantinya, barang-atau jasa tersebut akan dikategorikan sebagai objek PPN tetapi mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan.
"Saya ingin menyampaikan sekali lagi bahwa barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial, dan beberapa jenis jasa lainnya diberikan fasilitas pembebasan PPN,” jelasnya.
Tujuannya, kata Suahasil, agar barang dan jasa yang dikategorikan kena pajak lebih jelas, mencerminkan keadilan, dan tepat sasaran. "Tentu tidak ada niat pemerintah untuk memberatkan masyarakat," ujarnya.
Selain itu, Suahasil juga memaparkan skema tarif final sebesar 1%, 2%, atau 3% dari peredaran usaha yang akan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Ketentuan tersebut sebelumnya termuat dalam UU HPP dan akan berlaku pada jenis barang/jasa tertentu atau sektor usaha tertentu. “Ini semua sedang kita buatkan peraturan operasionalnya. Undang-undangnya memungkinkan,” jelas Wamenkeu.