Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Fasilitas manufaktur ESSA. (Dok. ESSA).
Fasilitas manufaktur ESSA. (Dok. ESSA).

Intinya sih...

  • Kemenperin finalisasi R-Permenperin tentang Kawasan Industri Tertentu (KIT) untuk mendorong pemerataan dan percepatan pembangunan industri di Indonesia.

  • Jumlah kawasan industri di Indonesia mencapai 170 perusahaan dengan total luas lahan 94.841 hektare, tapi tidak semua daerah mampu menyediakan lahan industri secara utuh.

  • R-Permenperin dirancang agar lebih fleksibel dalam menetapkan kawasan industri berukuran kecil, membuka peluang legalisasi bagi kawasan industri lama sebelum 2015.

Jakarta, FORTUNE - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah merampungkan aturan baru yang akan mempermudah pengembangan kawasan industri berskala kecil dan tematik. Kebijakan ini dirancang mengatasi kendala keterbatasan lahan di berbagai daerah dan mempercepat pemerataan pembangunan industri nasional.

Aturan yang tertuang dalam Rancangan Peraturan Menteri Perindustrian (R-Permenperin) tentang Kawasan Industri Tertentu (KIT) ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2024 tentang Perwilayahan Industri.

“Rancangan Permenperin ini diharapkan menjadi solusi dalam menjawab kebutuhan pembangunan kawasan industri tematik, seperti industri hasil kelautan, perikanan, tekstil, hingga digital, khususnya di berbagai wilayah pusat pertumbuhan industri (WPPI),” kata Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII), Tri Supondy, dalam keterangannya, Senin (9/6).

Langkah ini dinilai strategis, mengingat sektor manufaktur selama ini menjadi motor utama perekonomian. Dalam lima tahun terakhir, industri pengolahan nonmigas konsisten tumbuh 4–5 persen per tahun dan menyumbang lebih dari 16 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Pada triwulan I-2025, kontribusinya bahkan mencapai 17,50 persen.

Namun, faktanya tidak semua daerah mampu menyediakan lahan industri di atas 50 hektare dalam satu hamparan, khususnya di wilayah dengan geografis terbatas seperti Kepulauan Riau (Kepri). Hingga Mei 2025, dari total 94.841 hektare lahan kawasan industri yang ada, tingkat keterisiannya baru mencapai 59,52 persen.

Oleh karena itu, R-Permenperin ini dirancang lebih fleksibel untuk penetapan kawasan industri berukuran lebih kecil. Selain itu, regulasi ini juga membuka jalan bagi legalisasi kawasan industri yang telah berdiri sebelum 2015.

“Regulasi ini juga membuka peluang legalisasi bagi kawasan industri yang sudah berdiri sebelum tahun 2015, melalui mekanisme pasal peralihan. Ini sangat penting untuk kawasan seperti Kota Batam, yang banyak memiliki kawasan industri eksisting dengan kondisi unik,” kata Tri.

Kebijakan ini mendapat dukungan dari pelaku usaha. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Bidang KEK dan Kawasan Industri, Akhmad Ma’ruf Maulana, menilai langkah Kemenperin ini menunjukkan keberanian pemerintah dalam membaca realitas lapangan.

“Pendekatan yang lebih fleksibel ini akan membuka ruang pertumbuhan bagi industri berskala kecil hingga menengah di daerah, khususnya di wilayah seperti Kepri yang memiliki keterbatasan geografis. Ini akan mempercepat pengembangan kawasan industri yang sesuai dengan potensi lokal,” ujarnya.

Melalui aturan baru ini, Kemenperin berharap dapat menciptakan ekosistem industri yang lebih inklusif dan tersebar merata, sekaligus menjaga daya saing industri nasional dalam jangka panjang.

 

Editorial Team