Kementerian ESDM Mau Larangan Ekspor Logam Tanah Jarang Cepat Dibahas

Jakarta, FORTUNE - Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan pembatasan ekspor logam tanah jarang penting untuk segera dilakukan agar Indonesia dapat memanfaatkan komoditas langka tersebut di dalam negeri.
"Kita jangan berlama-lama mendiskusikan ini. Tadi disampaikan, China itu semuanya dia beli, untuk apa dia belum tahu, tapi dia beli saja, dia kumpulkan. Apakah [logam tanah jarang] kita pastikan untuk menahan dulu, tidak ekspor, untuk tujuan pengelolaan dalam negeri," ujarnya di Komisi VII, Senin (11/4).
"Atau kita sudah mau tentukan yang ini yang mau kita tahan, yang ini yang harus kita ekspor, kebijakan itu yang harus kita pikirkan," sambungnya.
Karena itu, kedepannya Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian dan stakeholder lain juga akan menyusun peta jalan atau kajian pemanfaatan logam tanah jarang. Selain agar keputusan larangan ekspor dapat segera diambil, pemerintah perlu menentukan logam mana saja yang cadangannya cukup besar dan punya nilai tinggi.
"Karena biasanya di Indonesia ini jenisnya kita punya banyak ragamnya, tapi jumlahnya tidak banyak banyak amat. Nah dari logam tanah jarang yang jarang itu kita sebaiknya fokuskan ke program apa supaya baik kegiatan riset maupun pengumpulan data keekonomian, perkembangan teknologi dan lain-lain dapat kita fokuskan dulu sambil tidak meninggalkan yang lain," jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Taufiek Bawazier mengatakan logam tanah jarang membutuhkan teknologi tinggi dalam pemanfaatannya.
Sebab, unsur tanah jarang itu tidak langsung menyatu besar dalam material, tapi hanya bagian kecil. Namun hal tersebut bukan tidak mungkin dikembangkan jika Indonesia memiliki peta jalan yang kuat untuk menggali, mengeksplorasi, dan mengekstraksi logam tanah jarang.
Sebagaimana di dunia, lanjut Taufiek, beberapa negara telah menghitung cadangan logam tanah jarang mereka, di antaranya China yang memiliki 44 juta ton, Vietnam 22 juta ton, Brazil 21 juta ton, India 6,9 juta ton, dan Amerika Serikat 1,5 juta ton.
"Itu terkuantifikasi, yang artinya mereka sudah tahu estimasi berapa yang harus masuk (investasi) di dalam proses untuk ekstraksi daripada LTJ," ujar Taufiek.