Jakarta, FORTUNE - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan bahwa lesunya penjualan mobil pada paruh pertama tahun ini disebabkan oleh meningkatnya kesenjangan antara daya beli masyarakat dan kenaikan harga mobil.
Riset Gaikindo bersama Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) pada 2010 menunjukkan rata-rata harga mobil per unit setara dengan rata-rata pendapatan rumah tangga per tahun Rp148 juta. Setelah itu, rata-rata harga mobil naik lebih cepat dari kenaikan rata-rata pendapatan rumah tangga, sehingga setiap tahun kesenjangannya kian melebar.
Sementara itu, riset mereka pada 2024 menunjukkan rata-rata harga mobil mencapai Rp255 juta per unit, sedangkan rata-rata pendapatan rumah tangga per tahun mencapai Rp225 juta. Artinya ada selisih Rp30 juta.
Angka pendapatan rata-rata yang diambil oleh riset LPEM UI dan Gaikindo adalah berasal dari segmen B atau kelas menengah.
"Yang jadi masalah itu inflasi harga kendaraan naik jauh, sedangkan gaji itu naiknya enggak begitu tinggi jadi pendapatan per kapita itu yang buat [lesu] karena daya beli," kata Plt. Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kemenperin, Putu Juli Ardika, di kantornya, Rabu (10/7).
Adanya kesenjangan tersebut mendorong masyarakat kurang berminat membeli mobil baru, dan beralih ke mobil bekas. Tren ini dimulai sejak tahun lalu dan berlanjut hingga sekarang.
Berdasarkan data Kemenperin, penjualan mobil baru pada 2014 mencapai 1,2 juta unit, sementara penjualan mobil baru sepanjang 2023 mencapai 1 juta unit.
Padahal pada 2013 penjualan mobil bekas masih berkisar 500.000 unit, berbeda jauh dari kondisi pada 2023 yang mencapai 1,4 juta.