Jakarta, FORTUNE - Pemerintah mengintensifkan perang melawan judi online dengan strategi baru yang dinilai lebih efektif: pemblokiran rekening bank secara masif. Langkah ini diambil setelah pemblokiran situs web dianggap tidak cukup memberikan efek jera bagi para pelaku.
Melalui kolaborasi lintas sektor, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) telah memblokir sekitar 17.026 rekening bank yang terindikasi terlibat aktivitas judi online. Jumlah ini menunjukkan peningkatan signifikan dari angka sebelumnya yang mencapai 14.117 rekening.
Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menegaskan bahwa pemblokiran rekening bank diharapkan dapat memutus ruang gerak para pelaku secara lebih permanen. Menurutnya, situs yang diblokir dapat dengan mudah dibuat kembali.
“Konten bisa dibuat ulang dengan mudah, tapi rekening sulit dibuka kembali setelah diblokir,” demikian Meutya dalam keterangannya, Kamis (31/7).
Langkah ini sejalan dengan data Komdigi yang telah melakukan penghapusan hampir 2,5 juta konten negatif pada rentang 20 Oktober 2024 hingga 28 Juli 2025. Dari jumlah tersebut, sekitar 1,7 juta di antaranya terkait judi online. Namun, peredaran situs judi online dinilai masih marak dan promosinya terus berjalan pada berbagai platform media sosial.
Meutya menilai pelaku judi online semakin kreatif mencari celah agar tidak terlacak oleh sistem. Oleh karena itu, langkah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melacak rekening terkait judi online disambut baik.
“Ini bagus kalau disatukan, jadi ada crawling konten dan ada juga crawling rekeningnya,” ujarnya.
Demi mendukung langkah ini, pemerintah juga mendorong sektor perbankan untuk lebih ketat dalam proses verifikasi pembukaan rekening nasabah baru.
“Perbankan juga diminta lebih ketat sehingga pelaku tidak membuat rekening lagi,” kata Meutya.
Sebagai landasan hukum, berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, PPATK memiliki wewenang menghentikan sementara transaksi pada rekening yang dianggap mencurigakan.