Jakarta, FORTUNE - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memulai penyelidikan awal terhadap dugaan praktik monopoli dalam penjualan Liquefied Petroleum Gas (LPG) non-subsidi di pasar midstream oleh PT Pertamina Patra Niaga (PT PPN).
Keputusan melakukan penyelidikan awal tersebut diambil dalam Rapat Komisi pada 5 Maret 2025 di kantor KPPU Jakarta.
Deputi Bidang Kajian dan Advokasi KPPU, Taufik Ariyanto, mengatakan penyelidikan ini merupakan tindak lanjut dari kajian yang telah dilakukan sejak tahun lalu. KPPU menduga adanya praktik monopoli dalam penjualan LPG non-subsidi di pasar midstream, yang ditandai dengan harga jual tinggi serta keuntungan berlipat.
Akibatnya, banyak konsumen beralih menggunakan LPG subsidi berukuran 3 kilogram (kg), yang pada akhirnya meningkatkan beban subsidi negara.
“Dalam kajiannya, KPPU mendalami struktur pembentukan harga di sektor tersebut, khususnya dari hulu hingga hilir,” kata dia dalam keterangannya, yang dikutip Senin (10/3).
PT PPN saat ini menguasai lebih dari 80 persen pasokan LPG dalam negeri, baik dari produksi lokal maupun impor.
Selain menjual LPG subsidi dalam skema public service obligation (PSO), PT PPN juga memasarkan LPG non-subsidi dengan merek BrightGas.
Perusahaan itu juga menjual LPG dalam bentuk bulk kepada perusahaan lain, seperti BlueGas dan PrimeGas, yang kemudian mengemas ulang untuk dijual sebagai LPG tabung non-subsidi.
Kajian KPPU menemukan bahwa pada 2024 PT PPN mendapat keuntungan dari penjualan LPG non-subsidi hingga 10 kali lipat dibandingkan laba dari LPG Subsidi. Secara nominal, angka tersebut mencapai sekitar Rp1,5 triliun.