Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan pemerintah tak akan mencabut subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang selama ini rutin digelontorkan melalui APBN. Namun, skema penyalurannya perlu diubah mengingat selama ini subsidi lebih banyak dinikmati golongan mampu.
Hal itu ia sampaikan dalam Konferensi Pers Tindak Lanjut Hasil Rakor KemenkoPerekonomian terkait Kebijakan Subsidi BBM di Kementerian Keuangan, Jumat (26/8) pekan lalu.
"Karena yang mampu menikmati dana subsidi ratusan triliun, yang tidak mampu tidak menikmati, untuk itu akan diperlukan langkah-langkah: pertama 1etap menjaga APBN kita sebagai shock absorber artinya subsidi itu tidak dicabut tapi penyesuian mungkin akan dipertimbangkan dalam kerangka untuk memperbaiki manfaat distribusi bagi masyarakat," ujarnya.
Bendahara negara melanjutkan, perubahan skema subsidi tersebut juga mempertimbangkan kondisi APBN yang harus tetap dijaga kesehatan di tahun depan. Terlebih, pemerintah wajib mengembalikan defisit anggaran ke bawah 3 persen sesauai amanat Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020.
Sebagai gambaran, tahun ini pemerintah telah menganggarkan subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp502,4 triliun untuk mengganjal lonjakan harga bbm, lpg dan listrik. Namun, dengan tren konsumsi yang terus melaju hingga sekarang, alokasi anggaran subsidi tersebut diproyeksikan akan habis pada Oktober mendatang.
Dengan tren konsumsi seperti sekarang, ditambah harga minyak global yang tinggi serta kurs mata uang garuda di level rata-rata Rp14.700/US$, pemerintah perlu menambah lagi menambah anggaran subsidi-kompensasi sebesar Rp195,6 triliun untuk menjaga harga BBM tak naik sampai akhir tahun. Artinya jumlah subsidi dan kompensasi energi di tahun ini akan mencapai Rp698,0 triliun.
Memang, kata Sri Mulyani, tambahan anggaran sebesar Rp195,6 triliun tersebut bisa dibayarkan di tahun depan. Tetapi, jika hal ini dibiarkan, masalah ini akan menjadi efek bola salju dan pemerintah akan menghadapi kekurangan subsidi yang terus berulang di tiap tahunnya.
Terlebih, tahun depan pemerintah hanya menetapkan pagu subsidi energi sebesar Rp336,3 triliun. Jika tambahan Rp195,6 triliun dibayarkan tahun depan, ia akan memakan setengah dari seluruh pagu subsidi dan kompensesi yang disiapkan pemerintah.
''APBN kita tetap juga harus dijaga supaya kita tetap menghadapi 2023, 2024, yang nanti ketidakpastian juga masih akan tinggi. Ketiga, semua gotong royong, masyarakat relatif mampu mengkontribusikan lebih baik, lebih banyak dibandingkan masyarakat tidak mampu, mulai dari bansos atau subsidi tapi yang lebih tepat sasaran," jelasnya.