Jakarta, FORTUNE - Indonesia untuk pertama kalinya resmi memegang presidensi G20 pada Desember 2021 hingga 2022. Dalam momentum ini, banyak isu terkait pemulihan ekonomi yang patut diperhatikan, terutama produktivitas dan pengangguran muda.
Presidensi G20 merupakan posisi sebuah negara menjadi tuan rumah gelaran konferensi tingkat tinggi (KTT) internasional. Sedangkan, G20 sendiri merupakan forum yang beranggotakan 20 negara, di antaranya AS, Uni Eropa, Jepang, Cina, Korea Selatan, dan lainnya.
Pemerintah dalam agenda tersebut menetapkan lima pilar prioritas, yakni peningkatan produktivitas, ekonomi yang tangguh pasca pandemi, pertumbuhan inklusif dan berkelanjutan, penciptaan lingkungan yang kondusif dan kemitraan dengan pemangku kepentingan, dan kepemimpinan kolektif global untuk memperkuat solidaritas.
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB-UI) dalam kajian terbarunya mengatakan produktivitas (khususnya tenaga kerja) masih menjadi masalah utama di Indonesia. Padahal, produktivitas merupakan prasyarat peningkatan kesejahteraan jangka panjang.
Data Organisasi Buruh Internasional (ILO) bisa menjadi bukti pernyataan tersebut. Pada 2019, produktivitas tenaga kerja Indonesia mencapai US$24.425 per pekerja. Di antara anggota G20, tingkat produktivitas ini hanya lebih baik dari Italia dan India.
“Produktivitas tenaga kerja yang rendah dapat menjelaskan kesenjangan produk domestik bruto (PDB) Indonesia dibandingkan dengan anggota G20 lainnya. Hal ini menunjukkan pentingnya langkah serius menuju reformasi struktural di bidang pendidikan, investasi, dan pasar tenaga kerja,” tulis ekonom LPEM FEB UI sekaligus tim peneliti, Teuku Riefky, dikutip pada Rabu (3/11).