Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
LPG 3 Kg Akan Dibuat Satu Harga.png
Ilustrasi distribusi LPG 3 Kg (Dok. Kementerian ESDM)

Intinya sih...

  • LPG 3 Kg akan dibuat satu harga di seluruh Indonesia mulai 2026

  • Kebijakan ini untuk menanggapi ketimpangan harga antarwilayah dan memastikan keadilan bagi rumah tangga tidak mampu, usaha mikro, nelayan, dan petani kecil

  • Transformasi subsidi energi menuju subsidi berbasis penerima manfaat dengan skema yang meniru BBM satu harga

Jakarta, FORTUNE - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menggulirkan wacana besar bahwa LPG 3 kg akan dibuat satu harga yang berlaku seragam di seluruh wilayah Indonesia. Kebijakan strategis tersebut ditargetkan mulai berlaku pada 2026. 

Rencana tersebut disampaikan oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam Rapat Kerja bersama Komisi XII DPR pada Rabu (2/7). Menurut Bahlil, kebijakan ini merupakan bagian dari transformasi tata kelola gas melon bersubsidi demi menutup celah distribusi yang selama ini kerap memicu lonjakan harga di tingkat konsumen.

Menjawab ketimpangan harga antarwilayah

Kebijakan LPG 3 kg satu harga ini dirancang untuk menjawab persoalan ketimpangan harga antarwilayah. Selama ini, harga tabung LPG 3 kg di tingkat konsumen sangat bervariasi. Pemerintah sebenarnya telah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) sekitar Rp16.000–Rp19.000 per tabung. 

Namun, temuan di lapangan menunjukkan harga bisa melambung hingga Rp50.000 per tabung di beberapa daerah. Bahlil menyebut kondisi tersebut mencerminkan ketidakseimbangan antara anggaran subsidi yang disediakan negara dengan realisasi distribusi di lapangan. Selain itu, rantai pasok yang panjang membuka banyak celah kebocoran.

"Kalau harganya dinaikkan terus, antara harapan negara dengan apa yang terjadi tidak sinkron," ujar Bahlil.

Pemerintah pun tengah menyusun revisi terhadap Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2007 dan Perpres Nomor 38 Tahun 2019. Kedua aturan ini akan dirombak untuk mengatur secara komprehensif mekanisme penyediaan, distribusi, serta penetapan harga LPG 3 kg berdasarkan struktur biaya logistik.

"Kami akan mengubah beberapa metode agar kebocoran ini tidak terjadi, termasuk harga yang selama ini diberikan kepada daerah. Kita dalam pembahasan Perpres, kita tentukan saja satu harga supaya jangan ada gerakan tambahan di bawah," jelas Bahlil.

Targetkan rumah tangga dan UMKM

Fokus utama dari kebijakan ini adalah memberikan keadilan bagi kelompok masyarakat yang menjadi sasaran subsidi, yakni rumah tangga tidak mampu, usaha mikro, nelayan, dan petani kecil. 

Penyeragaman harga diharapkan membuat LPG 3 kg benar-benar sampai ke mereka yang membutuhkan, tanpa harus membayar mahal karena persoalan distribusi.

Selain menyederhanakan rantai pasok, revisi kebijakan juga bertujuan meningkatkan jaminan ketersediaan LPG di seluruh wilayah. Pemerintah ingin memastikan bahwa kebutuhan energi masyarakat terpenuhi secara merata, terutama di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).

Transformasi ke subsidi berbasis penerima

Lebih jauh, Bahlil menjelaskan bahwa kebijakan satu harga menjadi bagian dari langkah besar menuju transformasi subsidi energi. Jika sebelumnya subsidi diberikan pada barang (komoditas), ke depan subsidi akan diarahkan langsung kepada penerima manfaat yang terverifikasi.

Pemerintah juga tengah menyiapkan skema subsidi berbasis penerima manfaat. Artinya, ke depan subsidi akan diberikan langsung kepada masyarakat yang berhak, bukan lagi kepada barang atau komoditasnya.

Langkah ini dinilai penting agar subsidi benar-benar tepat sasaran. Namun, pemerintah menyadari bahwa transformasi ini membutuhkan kesiapan data yang akurat, infrastruktur distribusi yang memadai, serta pertimbangan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat.

Tiru skema BBM satu harga

Di sisi lain, Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung menyebut kebijakan ini akan meniru skema BBM Satu Harga yang telah berhasil diterapkan di berbagai daerah 3T. Dengan demikian, harga LPG 3 kg nantinya akan sama di Aceh, Kalimantan, hingga Papua.

"Karena ini LPG satu harga, maka harga ini ditetapkan oleh pemerintah pusat. Kalau ditetapkan oleh daerah, justru terjadi perbedaan harga,"  jelas Yuliot. 

Ia menyebut bahwa nantinya akan ada evaluasi harga di setiap provinsi secara berkala. Ini untuk menyesuaikan dengan kondisi logistik dan kebutuhan lokal, namun tetap dalam kerangka kebijakan harga nasional.

Tantangan pengawasan di lapangan

Kendati mendapat sambutan positif, tantangan terbesar diberlakukannya kebijakan LPG gas melon satu harga akan terletak pada pengawasan. Jika pada BBM satu harga pengawasan dilakukan oleh BPH Migas, maka untuk LPG 3 kg satu harga, lembaga pengawas masih dalam tahap pembahasan.

"Di lapangan, jangan sampai sasaran yang kami inginkan, masyarakat mendapatkan keadilan harga, itu justru tidak terimplementasikan,” kata Yuliot.

Pemerintah juga tengah menggodok sistem pengawasan yang melibatkan instansi daerah, distributor resmi, hingga kemungkinan pemanfaatan teknologi pelacakan distribusi.

Bila sukses dijalankan pada 2026, kebijakan ini tidak hanya menekan beban subsidi yang tidak efisien, tetapi juga memberikan rasa keadilan bagi masyarakat Indonesia di seluruh wilayah, tanpa terkecuali.

Editorial Team