Jakarta, FORTUNE - Pemerintah Indonesia tengah mengajukan proposal perjanjian perdagangan bebas terbatas atau limited free trade agreement (FTA) dengan pemerintah Amerika Serikat. Aksi ini dilakukan menyusul kekhawatiran akan diskriminasi pajak atas critical mineral asal Indonesia yang diatur dalam Undang-undang Pengurangan Inflasi atau Inflation Reduction Act (IRA).
Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan Indonesia memiliki daya tawar yang kuat untuk mengajukan FTA secara terbatas dengan Amerika Serikat. Alasannya, Indonesia memiliki potensi cadangan critical mineral terbesar di dunia, seperti nikel dan alumunium, untuk komponen bahan baku baterai hingga kendaraan listrik.
“Kalau tidak [menjalin kerja sama] mereka rugi juga, karena kita punya green energy untuk prekursor, katoda mereka tidak dapat dari Indonesia karena kita tidak punya FTA. Sekarang kita usulkan limited FTA dengan mereka,” kata Luhut dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Senin (10/4).
Pemerintah Amerika Serikat baru saja menerbitkan pedoman kredit pajak bagi produsen baterai dan EV di bawah kerangka IRA. Undang-undang ini mencakup US$370 miliar dalam subsidi untuk teknologi energi bersih.
Namun, saat ini Indonesia belum memenuhi syarat untuk mendapat kredit pajak karena belum memiliki FTA dengan AS. Untuk mendapatkan kredit pajak produsen baterai harus memenuhi dua syarat.
Pertama, 40 persen mineral baterai penting harus diekstraksi atau diproses di Amerika Serikat atau salah satu mitra FTA. Kedua, setengah dari komponen baterai harus diproduksi atau dirakit di Amerika Utara. Jika produsen hanya memenuhi salah satu dari dua persyaratan, mereka hanya berhak mendapatkan setengah dari kredit pajak.