NEWS

Permintaan Lesu, Kinerja Industri Manufaktur RI Melambat pada November

Masih dalam laju biasa saja.

Permintaan Lesu, Kinerja Industri Manufaktur RI Melambat pada NovemberIlustrasi pekerja di di industri manufaktur/Shutterstock/Gorodenkoff
01 December 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Kinerja industri manufaktur Indonesia tampak melambat pada akhir tahun ini seiring tingkat permintaan yang melandai. Namun, penurunan permintaan itu disinyalir tidak sampai menekan sektor tersebut.

Menurut data dari S&P Global, angka Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada November 2022 hanya 50,3, atau turun dari 51,8 pada bulan sebelumnya.

Meski begitu, kinerja PMI tersebut masih dalam kondisi ekspansif. Sebab, indikator PMI di atas 50 menyiratkan performa industri yang tengah menggeliat, dan di bawah 50 menyiratkan situasi sektor yang tertekan. Ditilik ke belakang, sektor ini telah ekspansif dalam 15 bulan terakhir.

“Data PMI November mengungkap pertumbuhan sektor manufaktur Indonesia melambat pada pertengahan menuju triwulan keempat. Perbaikan lambat di keseluruhan kondisi permintaan di tengah penurunan besar pada penjualan asing merupakan salah satu penyebab hilangnya momentum pertumbuhan,” kata Economics Associate Director S&P Markit, Jingyi Pan, dalam keterangan resmi, Kamis (1/12).

Menurutnya, penyebab penurunan permintaan adalah kenaikan biaya yang terus terjadi. Bulan lalu terjadi perlambatan infasi harga, dan itu memberikan angin segar bagi perusahaan manufaktur. Namun, harga terus mengalami kenaikan karena perusahaan meneruskan biaya tambahan kepada klien.

S&P Markit menyatakan perusahaan manufaktur menunjukkan pelemahan kenaikan pada sisi permintaan maupun output. Pada gilirannya, perlambatan kenaikan pun terjadi pada aktivitas pembelian dan penurunan pembelian stok.

Pada waktu yang sama, aktivitas perekrutan pekerja masih terhenti, dan hambatan pasokan dan tekanan biaya sedikit berkurang. Namun, ada kekhawatiran tentang perkiraan ekonomi yang menghambat kepercayaan dalam bisnis secara keseluruhan.

“Kepercayaan diri dalam bisnis terus menurun pada bulan November menandai bahwa risiko sektor bisa jatuh kecuali ada perbaikan yang nyata pada permintaan,” ujarnya.

Indeks kepercayaan manufaktur

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bersama Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil meninjau produksi produk manufaktur di Politeknik Manufaktur, Bandung, Jawa Barat, Selasa (8/2/2022). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/wsj.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bersama Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil meninjau produksi produk manufaktur di Politeknik Manufaktur, Bandung, Jawa Barat, Selasa (8/2/2022). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/wsj.

Sementara itu, Kementerian Perindustrian secara perdana merilis indikator indeks kepercayaan industri (IKI). Pada November 2022, IKI manufaktur Indonesia berada pada 50,89. Angka IKI antara 0-50 menandakan kontraksi, angka 50 menunjukkan level stabil, dan di atas 50 menandakan fase ekspansi.

“Sektor industri di Tanah Air masih ekspansi. Hal ini patut disyukuri karena pelaku industri menyampaikan bahwa mereka masih optimistis dengan kondisi bisnisnya enam bulan mendatang,” kata Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, dalam keterangan kepada wartawan dalam Peluncuran Indeks Kepercayaan Industri (IKI) dan Rilis IKI November 2022 di Jakarta, Rabu (30/11).

Berdasarkan data IKI, dari 23 subsektor industri, 11 subsektor mengalami ekspansi, 12 sektor mengalami kontraksi. Sebelas subsektor yang mengalami ekspansi berkontribusi 71 persen pada produk domestik bruto (PDB) industri pengolahan pada Q3/2022.

IKI akan menjadi indikator yang dirilis secara rutin tiap bulan untuk mengukur derajat optimisme industri pengolahan terhadap kondisi perekonomian. Indeks tersebut juga menggambarkan kondisi industri pengolahan dan prospeknya dalam enam bulan ke depan.

“Jika IKI bernilai ekspansif, maka yang harus kami lakukan adalah mempertahankan iklim usaha dan kebijakan yang efektif sehingga industri terus mempertahankan atau bahkan mengakselerasi level ekspansinya,” katanya.

Namun, apabila nilai IKI mengalami kontraksi, Kemenperin sebagai regulator akan mencari solusi terbaik dengan menyiapkan instrumen kebijakan yang tepat agar periode ke depannya nilai IKI tersebut menjadi lebih baik.

Related Topics