NEWS

Riset: Orang Superkaya Paling Bertanggung Jawab terhadap Emisi Karbon

Gaya hidup mewah ditengarai penyebab emisi karbon mereka.

Riset: Orang Superkaya Paling Bertanggung Jawab terhadap Emisi KarbonPengunjuk rasa dari berbagai Aliansi Perlawanan Iklim menggelar aksi di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Jumat (5/11/2021). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/YU
09 November 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Semua aktivitas manusia baik sosial maupun ekonomi pasti meninggalkan jejak karbon. Akan tetapi, kelompok masyarakat mana yang paling berkontribusi terhadap emisi karbon?

Orang-orang superkaya di dunia disebut-sebut menjadi kelas yang paling bertanggung jawab terhadap emisi karbon (yang pada gilirannya merusak iklim). Demikian kesimpulan dari hasil riset Oxfam, Institut Kebijakan Lingkungan Eropa (IEEP), dan Institut Lingkungan Stockhlom (SEI).

Menurut riset tersebut, nilai jejak karbon dari 1 persen orang superkaya di dunia akan tetap tumbuh. Sedangkan, 50 persen dari kelompok termiskin tingkat emisinya masih akan stagnan. Padahal, dunia harus membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius untuk mencegah perburukan iklim.

Seseorang dalam 1 persen terkaya perlu mengurangi emisi mereka sekitar 97 persen dibandingkan dengan saat ini untuk mencapai tingkat ini,” tulis riset Oxfarm, seperti dikutip pada Selasa (9/11).

Kesenjangan emisi

Secara mendetail, riset yang sama memperkirakan bahwa pada 2030, sekitar 1 persen dan 10 persen orang terkaya di dunia jejak emisi karbonnya akan melampaui masing-masing 30 kali dan 9 kali batas 1,5 derajat Celcius.

Emisi 1 persen orang terkaya diperkirakan menyumbang 16 persen dari total emisi global sembilan tahun lagi, naik dari 15 persen pada 2015. Total emisi dari 10 persen orang terkaya juga diperkirakan akan melampaui batas 1,5 derajat Celcius—terlepas upaya dari 90 persen lainnya.  

“Sebuah elite kecil tampaknya memiliki izin bebas untuk mencemari,” kata Nafkote Dabi, Pemimpin Kebijakan Iklim di Oxfarm. “Emisi mereka yang terlalu besar memicu cuaca ekstrem di seluruh dunia dan membahayakan tujuan internasional untuk membatasi pemanasan global."

Riset ini, menurut Oxfam, patut menjadi catatan di tengah perhelatan konferensi perubahan Iklim PBB atau COP26. Menurut mereka, para pemimpin dunia harus berfokus pada pengurangan emisi secara lebih adil, yaitu dengan memastikan orang-orang terkaya di dunia mengubah gaya hidupnya menjadi lebih hijau, dan mendorong investasi ekonomi rendah karbon.

Oxfam memperkirakan orang yang termasuk dalam kategori 1 persen terkaya pada 2030 yakni mereka yang berpenghasilan US$172 ribu (sekitar Rp2,49 miliar). Kemudian, 10 persen orang terkaya berpenghasilan lebih dari Rp797,5 juta, dan 40 persen sekitar Rp142,1 juta. Sedangkan, untuk setengah kelompok termiskin dari populasi global berpendapatan kurang dari Rp142,1 juta.

Gaya hidup yang “mempercepat” perubahan iklim

Mengutip BBC, penyebab utama kontribusi terbesar emisi karbon dari orang superkaya adalah gaya hidup mereka. Hal ini bisa dilihat dalam hasil penelitian Stefan Gossling, seorang akademisi di Universitas Linnaeus Swedia, pada 2018.

Gossling melakukan penelitian dengan menjelajahi media sosial orang-orang kaya, mulai dari artis hingga pengusaha. Menurut penelitannya, Bill Gates, misalnya, pada 2017 tercatat terbang 59 kali dengan menempuh jarak sekitar 343.500 km.

Dari situ diperkirakan, emisi yang dihasilkan Bill Gates dari perjalanannya mencapai lebih dari 1.600 ton gas rumah kaca. Ini setara dengan rata-rata emisi tahunan 105 orang Amerika Serikat. Padahal, Bill Gates kerap dikenal sebagai salah satu pencinta lingkungan yang populer.

"Setiap kali seseorang mengonsumsi lebih dari yang seharusnya, berarti ada orang lain harus kehilangan sesuatu," kata Lewis Akenji, Direktur Pelaksana Hot or Cool Institute, lembaga kajian yang berbasis di Berlin dikutip dari BBC. Hal itu mengakibatkan kesenjangan jejak karbon yang sangat besar serta mengancam kemampuan dunia untuk mencegah badai perubahan iklim.

Related Topics