Menkes Ungkap Tantangan Pemerataan Vaksin Global

Jakarta, FORTUNE - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan salah satu tantangan besar dalam program pencegahan, kesiapsiagaan dan penanggulangan (PPR) pandemi di masa mendatang adalah memastikan kemudahan akses memperoleh vaksin untuk negara berpenghasilan rendah. Pasalnya, terdapat gap yang cukup besar antara produksi dan kebutuhan vaksin secara global.
Karena itu, meski inisiatif untuk mengurangi gap pembiayaan PPR melalui Financial Intermediary Fund (FIF) telah disepakati negara-negara G20, berbagai negara harus memastikan bahwa penggunaan dana tersebut bisa mendukung pemerataan distribusi vaksin global.
"Yang akan sedikit lebih sulit adalah penggunaan dana. Jadi setelah kita selesaikan komitmen soal dana, kita bicara penggunaannya. Karena produsen vaksin adalah swasta jadi kita perlu bicara dengan mereka. Kita perlu terlibat dengan mereka. Bagaimana mereka dapat mempertahankan komitmen (produksi) dengan volume tertentu. Bagaimana kita bisa mendistribusikan secara merata dan sangat cepat," tuturnya.
Sebagai informasi, FIF merupakan mekanisme pembiayaan multilateral yang disepakati negara-negara G20 dalam agenda Joint Finance and Health Ministers' Meeting (JFHMM). Dana tersebut akan ditempatkan di Bank Dunia selaku Wali Amanat dan akan digelontorkan ke negara-negara berpenghasilan rendah untuk membantu program pencegahan, kesiapsiagaan dan penanggulangan pandemi di masa depan.
Dalam hal penggunaanya, Bank Dunia dan WHO telah mengingatkan bahwa dana tersebut diperlukan salah satunya untuk memperkuat kemampuan penelitian dan pengembangan sistem kesehatan di sejumlah negara, termasuk untuk produk pengembangan vaksin serta tindakan medis lainnya.
Pasalnya, beberapa negara memiliki kapasitas SDM yang rendah untuk melakukan penelitian dan pengembangan (R&D) produk vaksin. Bahkan, negara-negara berpenghasilan rendah biasanya tidak memiliki kemampuan teknis dan sumber daya keuangan untuk agenda yang terkait dengan R&D. Akibatnya, selama pandemi Covid-19, terjadi tidaksetaraan antara negara kaya dan miskin tak hanya dalam hal akses terhadap vaksin, melainkan juga dalam hal pengujian dan tindakan medis lainnya.