Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Ilustrasi vaksin. (ShutterStock/Viacheslav Lopatin)

Jakarta, FORTUNE - Di tengah penanganan pandemi COVID-19, kabar baik terus berdatangan, terutama dari upaya penemuan obat (oral) penangkisnya. Hasil uji klinis menunjukkan bahwa sejumlah obat COVID-19 aman dan bermanfaat. Lalu, apakah penanganan dengan strategi vaksinasi tetap dibutuhkan?

Molnupiravir, misalya. Obat COVID-19 buatan Merck ini dalam uji klinisnya dinyatakan dapat mengurangi risiko kematian maupun perawatan di rumah sakit hingga 50 persen. Bahkan, pemerintah Inggris pada Jumat (5/11) menyetujui penggunaan obat tersebut, dan menjadi negara pertama di dunia yang akan memberikannya kepada masyarakat luas.

Pfizer turut mengembangkan obat COVID-19 dengan jenama Paxlovid. Mengutip BBC, pada Sabtu (6/11) mereka mengumumkan, berdasarkan hasil uji klinis, obat tersebut ampuh mengurangi risiko kematian maupun rawat inap bahkan hingga 89 persen.

Perkembangan sejumlah obat Covid-19 sedemikian itu menimbulkan pertanyaan: apakah vaksin COVID-19 tetap dibutuhkan? Prinsipnya, vaksin berfungsi mencegah seseorang jatuh sakit. Sedangkan, obat dibutuhkan dalam proses perawatan ketika sakit.  

Kekhawatiran terhadap hambatan vaksinasi

Menyusul penemuan obat tersebut, sejumlah ahli kesehatan pun khawatir terjadi hambatan dalam program vaksinasi. Sebab, masyarakat bisa jadi akan lebih memilih obat, alih-alih vaksin.

Kekhawatiran itu berbasis data. Survei dari Sekolah Kesehatan Masyarakat The City University of New York menunjukan bahwa tiap satu dari delapan orang mengatakan lebih suka diobati daripada divaksinasi. Survei ini dilakukan terhadap 3.000 warga Amerika Serikat (AS).

“(Satu dari delapan orang) itu angka yang tinggi,” kata Scott Ratzan, pakar komunikasi kesehatan yang memimpin penelitian, seperti dikutip dari Reuters, Selasa (9/11).

Leana Wen, dokter UGD dan profesor kesehatan masyarakat di Universitas George Washington, mengatakan penemuan obat, khususnya dari Pfizer, adalah kabar yang luar biasa. Namun, menurutnya, penanganan dengan obat sejalan dengan upaya vaksinasi—dan tidak menggantikannya.

Vaksin COVID-19 juga turut mengurangi dampak dari penularan akibat virus corona bahkan dari varian Delta yang sangat menular sekalipun. Itu terlihat dari hasil studi pemerintah AS yang menyebut vaksin Pfizer/BioNTech tetap efektif mengurangi risiko rawat inap sebesar 86,8 persen.

Tantangan pada obat COVID-19

Editorial Team

Tonton lebih seru di