Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
ilustrasi Debt Collector (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi Debt Collector (IDN Times/Aditya Pratama)

Intinya sih...

  • Ormas membeking nasabah penunggak utang pada perusahaan pembiayaan.

  • OJK menerima keluhan atas kasus debitur kredit macet yang meminta perlindungan.

  • OJK imbau perusahaan jalankan proses penarikan kendaraan sesuai ketentuan.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, FORTUNE – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti maraknya fenomena organisasi masyarakat (ormas) yang menjadi 'bekingan' bagi debitur penunggak utang pada perusahaan pembiayaan (leasing). Praktik ini dinilai berpotensi merusak ekosistem pembiayaan nasional dan membatasi akses kredit bagi masyarakat luas.

Fenomena ini menjadi perbincangan hangat setelah sejumlah perusahaan pembiayaan mengeluhkan debitur kredit macet yang meminta perlindungan kepada pihak tertentu untuk mencegah penarikan kendaraan. Tak jarang, intervensi ini memicu bentrok di lapangan antara oknum ormas dan debt collector atau petugas tagih resmi.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan LJKL OJK, Agusman, memandang fenomena ini mengganggu proses eksekusi agunan yang sah secara hukum.

“Jika fenomena ini berlangsung lama, maka berpotensi mengganggu ekosistem pembiayaan secara menyeluruh, seperti terhambatnya proses hukum dan meningkatnya risiko kredit,” kata Agusman dalam keterangan resminya.

Lebih lanjut, Agusman memperingatkan dampak jangka panjang dari praktik ini bisa sangat merugikan. Menurutnya, fenomena ini dapat menyebabkan akses pembiayaan melalui perusahaan pembiayaan bagi masyarakat luas menjadi lebih terbatas akibat banyaknya pembiayaan yang macet.

Meskipun demikian, berdasarkan laporan bulanan per Juni 2025, tingkat risiko kredit bermasalah pada industri pembiayaan secara agregat masih dalam kondisi terjaga. Rasio gross non-performing financing (NPF) mencapai 2,55 persen dan net NPF 0,88 persen.

Di sisi lain, OJK mengimbau perusahaan pembiayaan agar tetap menjalankan proses penarikan kendaraan sesuai koridor hukum yang berlaku. OJK juga mewajibkan penggunaan debt collector yang tersertifikasi dan melarang keras segala tindakan yang bersifat intimidatif.

Penyelesaian secara persuasif dan bermartabat juga didorong menjadi prioritas utama. Jika perusahaan menghadapi hambatan non-yuridis seperti intimidasi dari oknum tertentu, perusahaan diimbau untuk segera melaporkannya ke aparat penegak hukum.

Menurut Agusman, koordinasi dengan aparat penegak hukum terus diperkuat demi memastikan kelancaran eksekusi jaminan fidusia, sehingga dapat mengurangi potensi keresahan dan konflik di lapangan.

“OJK juga terus memperkuat sinergi dengan aparat penegak hukum dan instansi terkait untuk mendukung pelaksanaan eksekusi agunan fidusia secara sah dan tertib,” kata Agusman.

Sebagai langkah ke depan, OJK menekankan pentingnya peningkatan pemahaman bersama antara aparat penegak hukum, perusahaan pembiayaan, dan masyarakat mengenai hak serta kewajiban yang tertera dalam perjanjian pembiayaan.

Editorial Team